Tertekan Imbal Hasil Obligasi, Rupiah Merosot di 14.332 per Dolar AS
digtara.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan jelang akhir pekan. Rupiah melemah tertekan kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat AS). Tertekan Imbal Hasil Obligasi, Rupiah Merosot di 14.332 per Dolar AS
Baca Juga:
Mengutip Bloomberg, Jumat (5/3/2021), rupiah dibuka di angka 14.315 per dolar As, melemah jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 14.266 per dolar AS. menjelang siang, rupiah terus melemah ke 14.332 per dolar AS.
Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 14.280 per dolar AS hingga 14.340 per dolar AS. Jiak dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 2,01 persen.
Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 14.371 per dolar AS, melemah jika dibandingkan dengan patokan sebelumnya yang ada di angka 14.299 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah pada Jumat pagi melemah tertekan kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat AS).
“Kenaikan indeks dolar dan yield obligasi AS kemungkinan akan mendorong pelemahan rupiah di tengah minimnya sentimen positif dari dalam negeri,” kata analis Samuel Sekuritas Ahmad Mikail dikutip dari Antara.
Indeks dolar kemungkinan menguat ke level 92 hari ini seiring rilis data klaim tunjangan pengangguran di AS minggu lalu.
Tercatat orang yang mendaftarkan diri untuk mendapat tunjangan pengangguran di AS meningkat menjadi 745 ribu orang dibandingkan dua minggu sebelumnya sebesar 736 ribu orang.
Menurut Ahmad, kenaikan imbal hasil obligasi AS kemungkinan masih menjadi pemicu penguatan indeks dolar AS.
Imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun diperkirakan menguat ke level 1,55 persen. Para pelaku pasar berekspektasi akan semakin tingginya tingkat inflasi di AS pasca pernyataan Gubernur The Fed Jerome Powell tadi malam.
“Para pelaku pasar akan menanti data pasar tenaga kerja nanti malam untuk melihat seberapa cepat pemulihan ekonomi AS bulan lalu,” kata Ahmad.
Sebelumnya, penjualan kripto seperti bitcoin terus mengalami peningkatan dalam beberapa waktu terakhir. Hal tersebut pun mendapat perhatian khusus dari Bank Indonesia sebagai bank sentral yang mengatur peredaran alat pembayaran.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo turut mengatakan, alat pembayaran yang sah di Indonesia adalah Rupiah. Sehingga alat pembayaran lain termasuk mata uang kripto seperti bitcoin tidak boleh dijadikan sebagai alat pembayaran yang sah.
“Poin penting sesuai dengan UUD 45 di Indonesia hanya ada mata uang yang disebut rupiah. Jadi seluruh alat pembayaran menggunakan koin, uang kertas, uang digital itu harus menggunakan rupiah dan wewenangnya ada di BI,” ujar Perry, Kamis (25/2/2021).
Perry mengatakan, pihaknya saat ini tengah merumuskan Central Bank Digital Currency yang akan diedarkan ke perbankan dan teknologi finansial (tekfin), baik secara wholesale maupun ritel. Rencana ini bekerja sama dengan bank sentral negara lain.
“Kemudian dalam konteks ini kami mau juga melakukan kerja sama yang erat dengan bank-bank sentral lain. Kami antara bank sentral saling study untuk menyusun dan mengeluarkan InsyaAllah ke depannya Central Bank Digital Currency demikian,” jelasnya.
Untuk itu, dia menegaskan, sejak awal bank sentral Indonesia memastikan Bitcoin bukan bagian dari alat pembayaran yang sah digunakan di dalam negeri. “Sejak awal kami tegaskan Bitcoin tidak bagian dari pembayaran yang sah demikian juga mata uang selain Rupiah,” tandasnya seperti dilansir dari Liputan6.com.
[ya]Â Tertekan Imbal Hasil Obligasi, Rupiah Merosot di 14.332 per Dolar AS