Bahaya! 84 Ribu Karyawan Mal Bakal Kena PHK Jika PPKM Darurat Diperpanjang
digtara.com – Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengungkapkan kegelisahan terkait rencana pemerintah memperpanjang PPKM Darurat. Jika jadi diterapkan, 84 ribu karyawan pusat perbelanjaan atau mal terancam mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Baca Juga:
Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja mengatakan PHK merupakan opsi kebijakan terakhir yang diambil pengusaha mal.
“Jumlah karyawan pusat perbelanjaan di seluruh Indonesia ada sekitar 280 ribu orang, tidak termasuk karyawan penyewa atau tenant. Potensi yang dirumahkan atau terkena PHK sekitar 30 persen,” tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (19/7).
Ia menjelaskan ada beberapa tahapan sebelum karyawan akhirnya mengalami PHK. Pertama, karyawan dirumahkan dengan upah tetap dibayar penuh. Kedua, karyawan dirumahkan dengan upah dibayar sebagian. Terakhir, PHK.
Saat ini, lanjutnya, sebagian besar karyawan mal dirumahkan, baik dengan upah penuh maupun sebagian bergantung dari kemampuan masing-masing pemilik mal. Tahapan itu juga bergantung lamanya implementasi PPKM darurat yang berdampak pada penutupan mal.
“Jika penutupan operasional terus berkepanjangan, maka akan banyak pekerja yang dirumahkan. Lalu, apabila keadaan semakin berlarut, maka akan lebih banyak lagi PHK,” imbuh dia.
Mal di Sumut
Sebelumnya, Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APBI) Sumut mengkonfirmasi, 7.000 karyawan mal di Sumut kena PHK.
“Sejak jam operasional kita dibatasi hingga pemberlakuan PPKM darurat ini sudah sekitar 7.000 karyawan di pusat pembelanjaan atau mal di Sumatera Utara, baik karyawan pengelola maupun karyawan dari penjaga toko seperti satpam, cleaning service, dan lainnya, semuanya sudah kita kurangi untuk melakukan penghematan,†kata Penasehat APBI Sumut Herri Zulkarnaen, Sabtu (17/7/2021).
Herri menjelaskan, sekarang banyak pengelola plaza bukan lagi survive. Tapi terpuruk karena penurunan omset terus terjadi begitu drastis.
“PPKM buat kami makin terpuruk apalagi kalau diperpanjang lagi nanti,†tambahnya.
Herri mengungkapkan, sebelumnya pihak APBI sudah berusaha menerapkan strategi, namun hasilnya tidak signifikan.
“Dan kami tidak bisa pungkiri, buat strategi lain lagi karena promosi yang sudah kita tawarkan secara online dan offline tidak jalan. Ditambah para penyewa tidak bayar sewa saat ini meminta stimulus terkait bagaiamana kebijakan dari pada pengelola agar mereka tetap bertahan,†katanya.
Angka-angka itu sebenarnya masih seputar karyawan yang ditangani pengelola mal. Belum terhitung karyawan retail dan tenant di mal-mal harus di rumahkan akibat toko atau tenant tidak beroperasi.
Terkuras Habis
Balik ke Alphonzus, kondisi pengusaha mal pada tahun ini lebih berat dibandingkan 2020 lantaran dana cadangan mereka sudah terkuras habis untuk mempertahankan bisnis di tengah pembatasan mobilitas.
Meski bisnis sempat membaik pada semester I 2021, namun pusat perbelanjaan masih mengalami defisit karena pembatasan jumlah pengunjung mal dengan kapasitas maksimal 50 persen.
“Para pelaku usaha memasuki 2021 tanpa memiliki dana cadangan lagi, karena sudah terkuras habis selama 2020 lalu yang mana digunakan hanya untuk bisa bertahan saja,” katanya.
Di sisi lain, pengelola masih harus menanggung beban biaya pengeluaran yang relatif tidak berkurang meskipun ditutup selama PPKM darurat. Misalnya, biaya listrik, gas, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak reklame, royalti, retribusi, dan lainnya.
Sebagai gambaran, lanjut dia, akibat penutupan di masa PPKM darurat, pengusaha mal anggota APPBI berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp5 triliun per bulannya.
“Nilai tersebut adalah pendapatan yang diterima oleh pusat perbelanjaan, bukan termasuk nilai penjualan,” tandasnya.