Kaleidoskop Ekonomi 2020: Pahit Yang Belum Akan Berubah Manis
digtara.com – Tahun 2020 benar-benar menjadi tahun yang pahit buat kita semua. Ralisasi pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh positif dikuartal pertama. Selebihnya mengalami kontraksi yang menggiring pada resesi ekonomi.
Baca Juga:
Pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua, ketiga dan diperkirakan di kuartal keempat 2020, ekonomi tumbuh negatif.
Baik Nasional maupun Sumatera Utara. Tahun 2020 menggiring aktifitas ekonomi pada masalah besar. Dimana mobilitas masyarakat mengalami tekanan dan memicu terjadinya pukulan berat pada daya beli masyarakat. Meski demikian, sebagian masyarakat Sumut masih bisa bersyukur di tengah pandemi covid 19 yang memicu terjadinya resesi.
Sejumlah masyarakat yang tetap diuntungkan selama pandemic covid 19 adalah petani sawit. Harga TBS (tandan buah segar) sebelum pandemi yang berada dikisaran Rp1.200 per Kg, saat ini menikmati keuntungan dimana harga TBS sawit naik menjadi Rp1.800 hingga Rp2.100 per Kg. Kenaikan harga TBS tersebut seiring dengan harga CPO yang naik dari kisaran2.300-an Ringgit per ton, menjadi 3.400 Ringgit per ton saat ini.
Sementara itu, sejumlah pelaku usaha mikro lainnya seperti pedagang tanaman dan ikan hias juga diuntungkan selama pandemi covid 19. Ada kenaikan omset penjualan yang meroket hingga 300% dari hari biasanya. Akan tetapi, jika di hitung secara total, pandemi covid 19 yang membuat resesi ekonomi tentunya menjadi malapetaka bagi ekonomi Sumut di 2020 ini.
Selama pandemic, daya beli masyarakat terpukul, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaannya. Pemerintah mensiasatinya dengan sejumlah program bantuan sosial.
Bank Indonesia terus mencetak uang guna membantu fiskal pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat. Sinergi BI dan pemerintah sejauh ampuh dalam meminimalisir resesi karena pandemi, serta membuat inflasi juga terkendali.
Hutang Terus Naik
Meskipun di tengah kondisi sulit seperti sekarang ini, hutang pemerintah terus mengalami kenaikan atau tren naik. Hutang memang benar-benar dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang terpapar pandemi covid 19.
Kombinasi hutang, penurunan suku bunga acuan BI, Burden Sharing BI dan pemerintah, relaksasi pembiayaan perbankan, penempatan dana pemerintah di perbankan, bantuan sosial untuk masyarakat menengah kebawah, hingga kebijakan yang diperuntukan guna memitigasi bencana ekonomi karena covid 19, semuanya sudah dikerahkan.
Namun sayang, upaya tersebut sepertinya belum merubah nasib kita seperti sedia kala sebelum pandemic. Meskipun semua berharap bahwa tahun depan (2021) akan ada pemulihan. Namun pemulihan itu masih sebatas harapan dan belum sepenuhnya bisa kita gapai.
Harapan Di tengah Bencana
Harapan di Tengah Bencana
Di tahun 2021 mendatang, banyak ahli yang optimis bahwa ekonomi nasional akan lebih baik dibandingkan 2020. Saya sendiri juga berpendapat demikian. Meskipun harapan pemulihan itu belum ditopang oleh fundamental yang kuat. Dan ekspektasi pemulihan sejauh ini masih mengacu kepada hitung-hitungan teknikal.
Memang pertumbuhan ekonomi negatif selama pandemi trennya terus turun. Meskipun belum merealisasikan angka yang positif. Resesi masih melanda, daya beli masih ditopang Bansos, jumlah kasus pasien positif covid 19 kian memburuk, banyak negara yang kembali disibukan dengan mutasi corona yang lebih ganas, ditambah dengan ketidakpastian hubungan dagang negara-negara besar khususnya AS dengan China.
Jadi, harapan pemulihan itu sebenarnya belum terlihat dengan jelas. Di tahun mendatang kita masih akan berjibaku bagaimana untuk keluar dari tekanan ekonomi akibat pandemic. Ada beberapa masalah mendasar yang menjadi pertimbangan bahwa di tahun depan ekonomi Sumut masih akan bermasalah.
Pertama, mutasi corona yang lebih ganas masih belum memberikan kepastian bahwa vaksin akan menjadi jalan keluar untuk semua masalah penyakit karena covid 19 tersebut. Mutasi corona yang lebih mudah menular tersebut mengkikis kepercayaan dunia usaha akan kemungkinan pemulihan ekonomi dalam jangka pendek ke menengah.
Corona masih akan menjadi hantu yang menakutkan bagi kita semua di tahun depan. Kehadiran vaksin mutlak dibutuhkan. Meski demikian, vaksinasi dan pengentasan masalah covid 19 menjadi masalah yang lebih kompleks dibandingkan dengan kehadiran vaksin yang ampuh untuk mencegah covid 19 itu sendiri.
Kedua, perang dagang masih akan berkecamuk. Sejuah ini banyak arahan agar Presiden AS terpilih Joe Biden nantinya akan melanjutkan sejumlah kebijakan yang telah dibuat oleh PResiden AS Donald Trump. Khususnya perang dagang antara AS ke China. Kontraksi ekonomi akibat perang dagang antara AS dengan China tersebut akan terjadi lagi dan memaksa ekonomi global melambat untuk waktu yang lebih lama.
Bagi Sumut, perang dagang akan menciptakan sebuah tekanan pada harga komoditas ungulan Sumut, dan tentunya akan membuat volume ekspor barang-barang dari Sumut ke negara lain menurun. Ini menjadi pekerjaan rumah besar di tahun depan dan semunya tengah dalam ketidakpastian.
Ketiga, dari hasil pantauan sejumlah perusahaan justru baru memulai kebijakan yang mengarah kepada efisiensi. Pandemi corona memang mulai terjadi di bulan Maret 2020, akan tetapi yang menjadi persoalan selanjutnya adalah sejumlah perusahaan mulai mensiasati cash flow yang mengering akibat pandemic yang berujung resesi tersebut.
Masih ada PHK
Belakangan khususnya dalam tiga bulan terakhir, ada beberapa perusahaan yang mulai mengurangi benefit karyawannya hingga PHK. Banyak karyawan mengeluh karena bonus dan insentifnya harus dipotong bahkan di hapus. Lebih parah gaji bulanan terpaksa dikurangi dan PHK sulit untuk dihindari.
Kebijakan itu diambil dan diberlakukan setidaknya untuk satu tahun yang akan datang. Ini artinya di tengah berhadapan dengan gelombang baru penurunan daya beli masyarakat. Nantinya akan menjadi kontribusi negatif bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah Sumut. Jelas, tidak bisa mengharapkan pemulihan ekonomi akan terjadi diawal tahun depan atau bahkan disepanjang tahun 2021 nantinya.
Keempat, kemungkinan PSBB ketat yang akan kembali diberlakukan seandainya penambahan jumlah kasus tidak terkontrol lagi. Skenario diperburuk jika mutasi corona tidak bisa diselesaikan dengan kehdiran vaksin. Jadi ini menjadi catatan khusus bagi kita semua. Harapan pemulihan akan sirna jika skenario keempat ini benar-benar terjadi.
Jadi saya berkesimpulan, tekanan ekonomi selama tahun 2020 masih berpeluang terjadi di tahun tahun selanjutnya khususnya 2021. Yang terpenting kita tetap semangat dan merumuskan kebijakan guna menghadapi segala kemungkinan terburuk tersebut. Masih ada sejumlah variabel yang bisa memperkeruh keadaan nantinya Dan variabel tersebut sulit diprediksikan, salah satunya adalah bencana alam dan penyebaran covid 19 itu sendiri.
Disarankan, agar penyerapan belanja pemerintah pusat dan daerah bisa direalisasikan segera. BAN tetap menjadi opsi menjaga daya beli di tahun 2021. Kebijakan investasi perlu meletakkan pada skala yang paling priotitas. Tak kalah penting, masyarakat tetap disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan. Karena rasa pahit yang kita alami di 2020 ini, belum semuanya akan berubah manis di tahun 2021 mendatang. (Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin)
Saksikan video-video terbaru lainnya hanya di Channel Youtube TVDigtara. Jangan lupa, like comment and Subscribe.
Kaleidoskop Ekonomi 2020
Kaleidoskop Ekonomi 2020
Kaleidoskop Ekonomi 2020