Wacana” Pelajaran Anti Korupsi segera masuk Kurikulum
Medan, Wacana tambahan materi untuk kurikulum pendidikan formal mulai 2019 menjadi dua. Setelah rencana menghidupkan kembali mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila(PMP), pemerintah akan memasukkan materi antikorupsi ke dalam kurikulum baru.
Baca Juga:
Namun, bila PMP masih berada dalam tahap kajian untuk masuk kurikulum, isu antikorupsi sudah lebih terang. Pasalnya, keinginan memasukkan isu antikorupsi ke dalam kurikulum formal dilandasi oleh kesepakatan resmi.
Kesepakatan berbentuk Memorandum of Understanding (Nota Kesepahaman) itu ditandatangani Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo, Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.
MoU ditandatangani di Jakarta, Senin (11/12/2018), dalam Rapat Koordinasi Nasional Implementasi Pendidikan Antikorupsi.
Selanjutnya terang Agus, “KPK akan membuat peta jalan (roadmap) implementasi pendidikan formal antikorupsi. Dan Agus menegaskan bahwa hal ini sudah disiapkan bertahun-tahun. “…setelah ini harus ada tahapan jelas dalam implementasi pendidikan antikorupsi ini,” imbuhnya.
Dalam komitmen upaya percepatan implementasi. Langkah aksinya pun terdiri dari delapan butir pendidikan karakter dan budaya antikorupsi.
Masing-masing adalah; membuat kebijakan wajib; menyusun dan mendistribusikan; melakukan pendampingan pelaksanaan; menyiapkan sumber daya manusia, anggaran dan sumber daya lainnya serta kelompok kerja yang memadai; melakukan pemantauan dan pengawasan; mempublikasi tata kelola pendidikan yang baik dan bersih; serta mendorong keterbukaan informasi publik.
M. Nasir menyambut gembira kesepakatan pendidikan antikorupsi ini. Hal senada disampaikan Muhadjir. “Kami menyampaikan apresiasi yang tinggi atas inisiatif dari KPK yang membuat langkah strategis dan konkret untuk mempercepat proses pemberantasan korupsi di negara kita,” ujarnya dikutip Tempo.co.
Lantas implementasi pendidikan antikorupsi ke dalam kurikulum belum diketahui jelas. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan sejumlah materi sedang disiapkan, tapi belum diputuskan apakah materi antikorupsi ini akan jadi mata pelajaran tunggal atau disisipkan ke mata pelajaran lain.
Lebih lanjut, dalam Metrotvnews.com, Saut mengatakan itu tidak penting. Yang paling penting bagaimana butir pendidikan korupsi seperti jujur, adil, berani, tanggung jawab, sederhana, peduli, mandiri, kerja keras, dan disiplin bisa masuk kurikulum.
“Jangan bicara strukturnya, yang penting nilainya. Semua materi bisa diinsersi (diletakkan pada) mata pelajaran seperti PPKN, kedokteran, atau bahkan biologi,” katanya.
Yang pasti, Saut ingin pendidikan antikorupsi ini sudah jalan pada pertengahan 2019. “Periode (kerja) kami kan tinggal tahun depan, Desember selesai,” ujar Saut.
Adapun Nasir mengaku sudah membahas mata kuliah antikorupsi bersama para rektor se-Indonesia. Mata kuliah pembelajaran antikorupsi dan pembelajaran wawasan kebangsaan serta bela negara akan dimasukkan ke dalam mata kuliah dasar umum (MKDU).
“Mata kuliah antikorupsi harus ada, mata kuliah bela negara dan kebangsaan harus ada. Tinggal nanti diatur berapa kali topiknya,” kata Nasir.
Keputusan pemerintah untuk memasukkan materi antikorupsi ke dalam kurikulum seperti menjawab tuntutan sejumlah pihak. Misalnya, Solidaritas Mahasiswa Hukum Indonesia (SMHI) yang melakukan aksi unjuk rasa antikorupsi di Medan, Sumatra Utara, Senin (10/12).
Dalam aksi itu, seperti dilaporkan Tribun-Medan.com, mereka meminta isu antikorupsi masuk ke kurikulum pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Koordinator aksi, Khairul Imam Tanjung, mengatakan keberadaan KPK tak cukup untuk menurunkan praktik korupsi di masyarakat sehingga isu ini harus dibawa ke pendidikan formal.
Sementara Dewan Pembina Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Najeela Shihab, mengingatkan bahwa pendidikan antikorupsi tak juga cukup hanya di lingkungan sekolah. Dasar antikorupsi harus dimulai dari lingkungan keluarga.
Selain itu, lembaga pendidikan formal juga memegang peranan penting. Seorang pengajar, misalnya, harus bersih dari segala tindakan korupsi — baik dalam bentuk jam belajar maupun peralatan belajar.
Maklum, menurut Najeela, guru adalah contoh para murid. “Karena susah sekali kita mengajarkan nilai-nilai antikorupsi. Sementara yang terjadi di pendidikan adalah korupsi dalam segala bentuknya, korupsi infrastruktur, korupsi guru yang hanya mengajarkan kualitas pendidikan masih dengan beban beban administrasi dan lain sebagainya,” kata Najeela dikutip Times Indonesia.