Wakil Ketua KPK Ingatkan Hindari Perbuatan Tercela
digtara.com | AMBON – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata secara terang-terangan mengaku tidak ingin ada Kepala Daerah di Maluku yang terkena Operasi Tangkap Tangan atau OTT.
Baca Juga:
Olehnya itu, Marwata meminta kepala daerah di Maluku untuk menghindari perbuatan tercela saat mengemban tugas. Karena jabatan yang diemban tersebut, harus sebagai pengabdian kepada masyarakat, bukan sebatas untuk mencari penghasilan.
“Untuk itu, saya ingatakan kepada bapak/ibu untuk menghindari tindakan tercela, dan saya yakin kedepan tidak ada kepala daerah di Maluku yang terkena OTT,”pesan Marwata saat berikan sambutan pada kegiatan penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dan perjanjian kerja sama (PKS) seluruh Pemerintah Daerah di Maluku terkait Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Optimalisasi Pendapatan Daerah di gedung Islamic Center, Waihaong, Ambon, Rabu (23/10) yang fasilitasi oleh KPK.
Penandatanganan nota kesepahaman (MOU) dan perjanjian kerja sama (PKS) ini dilakukan langsung oleh Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno, Kepala Perwakilan BPN Maluku, Oloan Sitorus, Pelaksana Harian (Plh) Ditjen Pajak Papua & Maluku, Normadin Budiman Salim, dan Plt Dirut Bank Maluku & Maluku Utara, Arief Burhanudin Waliulu, Kepala BPKP Perwakilan Maluku, Nasmifida dan disaksikan oleh, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, dan Kapolda Maluku, Royke Lumowa.
Sedangkan penandatangan ditingkat pemerintah kabupaten/kota, dilakukan antara Bupati/Walikota, Dinas Pendapatan, Kepala Kejaksaan Negeri, Badan Pertanahan dan Kepala Cabang Bank Maluku & Maluku Utara.
Turut hadir dalam penandatangan kerjasama ini, Bupati Maluku Tengah, Abua Tuasikal, Bupati Maluku Tenggara, M. Thaher Hanubun, Walikota Tual, Adam Rahayaan, Bupati Buru, Ramli Umasugi, Bupati Buru Selatan, Tagop Sudarsono, Bupati MBD, Benyamin Noach, Wakil Bupati Seram Bagian Timur, Fachri Husni Alkatiri, sedangkan Ambon, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kabupaten Kepulauan Tanimbar diwakili oleh Seketaris Daerah.
Diungkapkannya, berdasarkan hasil survei yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), biaya yang dikeluarkan untuk menjadi kepala daerah sangat mahal, mencapai Rp 20-30 miliar.
Setelah terpilih, menurutnya, kepala daerah selalu melakukan upaya-upaya untuk mengembalikan modal kampanye yang sudah dikeluarkan dalam pesta demokrasi lima tahunan tersebut sehingga dalam pelaksananaannya, ada banyak kepala daerah yang terjebak dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
“Mudah-mudahan kepala daerah di Maluku tidak keluar uang sepersen pun untuk menjadi kepala daerah, sehingga tidak mempunyai tanggungan untuk mengembailkan modal yang sudah dikeluarkannya, kalau bapak berpikir menjadi kepala daerah untuk mengembalikan modal kampanye pasti akan terjebak, kita tahu sendiri penghasilan kepala daerah bupati/walikota tidak mencapai 100 juta,”tandasnya.
[AS]