2018, Kasus Narkotika Masih Mendominasi Perkara Banding di PT Medan
digtara.com | MEDAN – Pengadilan Tinggi (PT) Medan merekap seluruh perkara banding yang diterima dari 20 pengadilan negeri yang ada di Sumatera Utara. Adapun jumlah yang diterima PT Medan sepanjang 2018 itu adalah 1.783 perkara banding.
Baca Juga:
Humas PT Medan sekaligus Hakim Tinggi, Linton Sirait kepada wartawan mengatakan jumlah volume perkara yang diterima lembaga peradilan tingkat dua itu mengalami kenaikan dari tahun 2017.
“Tahun ini berkas perkara banding yang kita terima naik hampir 300 perkara. Jadi kita terima itu 1.783, total. Sementara tahun 2017 itu totalnya 1.500-an lah,” ucap Linton Sirait.
Linton Menegasakan tak bisa memberikan data rinci setiap perkara yang masuk di tahun 2018. Pengadilan Tinggi membagi seluruhnya menjadi 4 perkara, yakni Pidana biasa, Pidana Khusus Anak, berkas perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Perdata.
Perkara Pidana yang masuk di PT Medan sepanjang tahun 2018 sebanyak 1.238 perkara. Kemudian Pidana Khusus Anak (42), Pidana Tipikor (27), dan Perdata (476). Sementara pada tahun 2018 PN Medan juga masih mengerjakan perkara sisa di tahun 2017, yakni Pidana (114), Pidana Khusus Anak (4), Pidana Tipikor (3), dan Perdata sebanyak (127) perkara.
“Hampir seluruhnya kita sudah putus bandingnya. Tersisa beberapa pada tahun 2019 seperti Pidana (170), Pidana Khusus Anak (1), Pidana Tipikor (5), dan Perdata (105). Dan rencananya hari Jumat ini akan kita laporkan ke Mahkamah Agung,” terang Linton.
Dia mengungkapkan, perkara banding yang sampai di PT Medan adalah kasus Narkotika. Narkotika, katanya seperti masalah nasional. “Masih Narkotika yang paling banyak perkara banding yang kita terima. Sementara korupsi malah tahun ini turun yang mengajukan banding. Soalnya perkara Narkotika kan memang sudah masalah kita bersama,” kata Linton.
Dirinya mengaku penyelesaian masalah narkotika dengan putusan berat dari Hakim tak bisa menjadi solusi yang jitu. Katanya, para pelaku narkotika bahkan banyak yang tak heran meski dihukum berat sekalipun.
“Saya lihat di Media ada pelaku ditangkap dan dihukum berat, justru selama menjalani hukuman juga masih mengelola jaringan narkotika lagi. Ini kan sudah luar biasa. Dihukum berat pun, tak bisa dijadikan tolok ukur bagi mereka-mereka ini untuk jera dan menghentikan jaringan,” paparnya.
Dia menambahkan Pengadilan Tinggi tak boleh mengarahkan jajaran hakim di Pengadilan Negeri untuk menghukum berat manusia-manusia yang terlibat barang haram tersebut. Hal tersebut akan ditafsirkan intervensi.
“Kita gak bisa menghukum pelaku narkoba ini hukuman berat semua. Apalagi mengarahkan PN untuk menghukum mereka dengan putusan berat. Intervensi itu namanya. Itu wewenang hakim yang mengadili mereka. dan kalau diantara mereka (Jaksa atau terdakwa) tidak puas, bisa banding ke kami,” ungkapnya.
Dia menerangkan salah satu solusi mengatasi narkotika adalah kembali ke individu masing-masing. Ibadah dan perhatian keluarga masalah cara paling ampuh untuk menghindari diri dari keterlibatan narkoba.
“Banyak yang sudah dihukum berat, namun tetap tak mempengaruhi orang lain untuk menggunakan narkoba. Ini masalah moral. Makanya, salah satu cara adalah mencegah diri kita sendiri. Ibadah dan perhatian keluarga lah yang bisa menjauhkan kita dari narkoba,” tambahnya.