Terkait Kebun Eks Naga Liman, KSP Gelar Rapat Koordinasi Di Labusel: Belum Ditemukan Alas Hak Pendumas
digtara.com -Tim Agraria Kedeputian II Kantor Staf Presiden (KSP) menggelar rapat koordinasi bersama masyarakat Dusun Tanjung Marulak, Desa Hutagodang, Kec. Sungaikanan, Kab. Labusel, PT. Sumber Tani Agung (PT. STA), Pemkab Labusel, dan BPN di ruang pertemuan Kantor Bupati Labusel, Jumat (1/12).
Baca Juga:
Dalam pertemuan itu, masyarakat belum dapat menunjukkan alas hak terkait lahan yang dipersengketakan dengan pihak perusahaan.
Rapat yang dibuka oleh Bupati Labusel diwakili Plh. Sekda, Ralikul Rahman ini sebagai tindak lnjut atas pengaduan masyarakat ke KSP terkait permasalahan lahan perkebunan kelapa sawit Eks. Naga Liman yang kini diusahai PT. STA di dusun tempat tinggal mereka. Hadir dari KSP, Tenaga Ahli Madya Kedeputian II KSP Sahat Lumban Raja serta Imanta Ginting dan turut menghadiri Kapolres Labusel AKBP. Maringan Simanjuntak, mewakili BPN, dll.
Imanta Ginting dari KSP mengatakan, kehadiran mereka karena adanya aduan masyarakat terkait sengketa agraria di Dusun Tanjung Marulak, Desa Hutagodang. Menurutnya, sampai saat ini KSP sudah menerima ribuan kasus yang diadukan masyarakat dan salah satu proritas presiden itu penyelesaian konflik agraria.
Pendamping Hukum PT. Sumber Tani Agung (STA), Irwansyah Nasution, SH, MH dalam paparannya menyampaikan, secara umum perusahaan sangat terbuka untuk mencari solusi terkait permasalahan yang terjadi. Menurutnya, perusahaan pun memberikan perhatian kepada masyarakat sebagai mitra usaha.
"Areal PT. STA Kebun Naga Liman ini awalnya dimiliki oleh PT. Cisadane, Kemudian, lahan tersebut dijual kepada PT. Naga Liman Hutagodang, yang kemudian di Desa Sampean. PT. Naga Liman menjual lahan tersebut kepada PT. STA Kemudian, pada 2021 PT. STA beritikad baik untuk memenuhi berbagai regulasi dari pemerintah" katanya.
Dalam perjalanannya sebut dia, pada 2021 terjadi konflik agraria, dimana ada kelompok warga mengklaim lahan tersebut milik orangtua mereka. Perusahaan pun kemudian melakukan sejumlah upaya non ligitasi untuk mempertahankan hak.
"Pada November 2021, karena tidak ada titik temu, masyarakat melaporkan perusahaan kepada yang berwajib dengan dugaan penyerobotan lahan. Tapi, pada 13 April 2022 Polres Labuhanbatu menghentikan penyelidikan, karena dugaan itu tidak terbukti. Kemudian warga melakukan langkah lain, ke DPRD Sumut dan terakhir Oktober lalu mediasi di Polres Labusel. Dari mediasi itu, kita juga dengarkan harapan masyarakat, tapi tidak ada titik temu. Perusahaan sangat terbuka untuk mencari solusi, sepanjang tidak mengganggu investasi," katanya.
Selama ini pun kata dia, perusahan sudah beritikad baik untuk bermitra dengan masyarakat, yakni dengan memberikan bantuan bibit kelap sawit. Menurutnya, bantuan tersebut diberikan kepada masyarakat yang memiliki lahan dan terikat kerjasama plasma.
Lanjut Irwansyah yang biasa dipanggil Ibey, dihadapan KSP, tudingan kelompok masyarakat MDTM yang menyatakan perusahaan melakukan penyerobotan serta tidak mengeluarkan csr dan tidak membentuk plasma, sudah terbantahkan.
"Yang membantah bukan perusahaan, tapi masyarakat setempat yang tergabung dalam kelompok tani plasma. Mereka akui kok, perusahaan menyalurkan sesuai regulasi," ucapnya.
Hal ini dipertegas oleh perwakilan penerima plasma PT STA, yakni Pangaribuan Siregar.
"Februari 2023, perusahaan membuat bantuan bibit kelapa sawit ke petani yakni yang tergabung dalam dua kelompok tani, Maju Bersama dan Mitra Hugo. Bantuan kami terima berupa 133 batang bibit kelapa sawit per Ha lahan. Sudah disalurkan sesuai ukuran sebanyai 19 ribu batang bibit," kata Pangaribuan Siregar, anggota kelompok tani di dusun tersebut yang menerima bantuan dari PT. STA.
Sementara itu perwakilan masyarakat yang terhimpun dalam Masyarakat Dusun Tanjung Marulak (MDTM) yang melakukan Dumas ke KSP mengatakan, masyarakat selama ini tidak pernah sekalipun untuk minta ganti rugi dan merongrong. Mereka mengakui kepemilikan lahan tersebut ada ganti rugi lahan, tapi bukan PT. STA dan sampau sekarang perusahaan tidak pernah beritikad baik mengurus HGU.
"Sekitar tahun 1814 kawasan tersebut dikuasi masyarakat, lalu tahun 1983 PT. Cisadane Sawit Raya datang. Setelah jadi kebun sawit dijual ke PT. Naga Liman," kata Herlin dimini warga lainnya, P. Tanjung.