Siswi SMK di Batam Berhenti Sekolah Setelah Diteriaki “Lonte†di Depan Umum Oleh Guru Agama
digtara.com | BATAM – Apa yang dialami Ar memang tak mudah. Pelajar asal Anambas,Kepulauan Riau (Kepri) itu diteriaki perempuan nakal di depan umum.
Baca Juga:
Ironisnya, orang yang meneriaki Ar adalah Guru Agama di sekolahnya. Orang yang harusnya menjadi pembimbing dan tauladan bagi para siswa dan siswinya.
Akibat teriakan itu, Ar kini memilih berhenti bersekolah. Ia tak mampu menahan rasa malu akibat teriakan sang guru. Teriakan itu pun terus-menerus terngiang di telinganya, karena teman-teman di sekolahnya juga ikut mengejek Ar.
Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kepri, Erry Syahrial, membenarkan akan hal tersebut. Erry mengaku hal ini menjadi perhatian serius pihaknya.
“Tidak seharusnya seorang pengajar berlaku seperti itu, apalagi terhadap anak muridnya sendiri,†kata Erry seperti dilansir Kompas, Minggu (19/1/2020).
Erry mengaku secepatnya akan berkoordinasi dan melaporkan hal ini ke Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri, Muhammad Dali.
â€Saya belum sempat bertemu dengan kepala Dinas Pendidikan, Insya Allah Senin (20/1/2020) saya beserta komisioner lainnya akan menyurati Disdik untuk memperjuangkan hak anak tersebut,†ujar Erry.
Ditanyai apa permasalahan sebenarnya hingga guru itu meneriaki muridnya perempuan nakal di lokasi umum, Erry megaku belum tahu pasti.
Namun, apapun kesalahan murid, tidak semestinya seorang guru mengeluarkan kata-kata tidak terpuji kepada siswanya, apalagi dengan meneriakinya di lokasi umum.
“Itu bukan cerminan seorang guru, seharusnya guru itu merupakan contoh, bukan malah berlaku kurang ajar kepada peserta didiknya. Gurukan tugasnya mendidik, kalau ada salah di muridnya, sudah seharusnya dididik,†terang Erry.
PINDAH KE BATAM
Erry menyebut, Ar sudah berada di Batam di kediaman kakeknya. Ar di Batam untuk melanjutkan pendidikannya karena Ar sudah terlanjur malu pasca-diteriakin perempuan nakal oleh guru tersebut.
“Ar sangat trauma pasca-kejadian tersebut,†ungkap Erry.
Erry mengatakan, sebelum ke Batam, Ar sempat ke Tanjungpinang untuk melanjutkan sekolahnya. Namun, karena nilainya banyak yang tidak mencukupi, rencananya Ar ingin mengambil Paket C di Batam.
“Tapi, paket C itu pilihan terakhir Ar, menurut saya ini harus ada solusinya, saya sudah berkomunikasi dengan guru yang bersangkutan, bahkan kepala sekolahnya juga saya tegur,†terang Erry.
Erry mengatakan, apa yang dialami Ar sangat bertentangan dengan Perda Perlindungan Anak. Erry berharap tidak ada anak yang putus sekolah, apalagi karena masalah yang dianggapnya bisa diselesaikan oleh pihak sekolah.
“Setidaknya kasus ini dapat menjadi contoh untuk guru-guru lainnya agar tidak memperlakukan anak-anak didiknya di depan umum,†pungkas Erry.
[AS]