Buruh Bongkar Muat Lansia Belawan Tuntut Pembayaran Pesangon
Digtara.com | MEDAN – Para buruh bongkar muat anggota Primkop TKBM Belawan yang sudah berusia lanjut menuntut pembayaran pesangon dalam aksi unjukrasanya ke Kantor Wali Kota Medan, Senin (9/9/2019).
Baca Juga:
Horas Hugo Gultom, Koordinator Aksi, menuturkan para buruh yang sudah lanjut usia (lansia) diberhentikan begitu saja oleh otoritas pelabuhan.
“Otorita Pelabuhan Belawan tidak mengizinkan buruh lansia bekerja lagi,” ujarnya di sela-sela aksi.
Karena itu mereka meminta pesangon bagi buruh lansia yang diberhentikan.
Dia mengatakan masalah ini sudah dibawa ke DPRD Provinsi Sumut untuk mediasi. Namun, meskipun semua pihak juga sudah dipanggil tetapi tidak juga ada penyelesaian.
Sehingga mereka berunjukrasa meminta Wali Kota mengambil tindakan tegas. Penyelesaian masalah ini juga diyakininya tidak akan selesai bila penanganannya tidak melibatkan polisi.
Dia menjelaskan, pemberhentian buruh lansia mulai dilakulan pada 19 September 2018, tanpa pesangon yang jelas
Padahal, dari 3.372 orang buruh TKBM Belawan, lebih dari 1.000 orang di antaranya adalah lansia. Banyak di antara mereka sudah bekerja sejak 1964 dan 1970.
Namun Horas Hugo mengatakan pihaknya belum mendata jumlah buruh lansia yang sudah diberhentikan tanpa pesangon.
Pihaknya juga belum mendata berapa total besaran pesangon yang menjadi tuntutan terhadap Primer Koperasi (Primkop) Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Belawan.
Selain soal pesangon, ia juga mengungkapkan selama ini pihak otoritas dan koperasi selalu menukar kartu identitas buruh.
Penukaran itu merugikan buruh karena masa kerja selalu diperbarui. Begitu pun kontrak kerja buruh yang tidak pernah diterbitkan.
Dia mengungkapkan, selama ini besaran gaji tidak jelas dan tergantung dengan kapal yang masuk.
“Buruh juga diberikan Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan), tetapi bermasalah juga,” imbuhnya.
Ketidakjelasan hak buruh selama ini juga dalam hal pembayaran tunjangan hari raya (THR).
Mereka yakin tuntutam di atas adalah hak-hak normatif buruh yang diatur dalam UU Nomor 1/2000 dan UU Nomor 13/2003.
“Kami tidak mau mengungkit-ungkit masa lalu. Kami cuma mau dibayar,” pungkasnya.