Mengenal Ilmu Sensori Melalui Pelatihan Advanced Sensory Fakultas Pertanian USU
digtara.com | MEDAN – Dalam rangka meningkatkan pemahaman serta pengetahuan tentang ilmu sensori, maka Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian USU bekerja sama dengan Program Master Ilmu Pangan USU mengadakan pelatihan ‘Advanced Sensory Training’ selama dua hari yang dimulai sejak Jumat (22/3) di ruang IMT-GT gedung Biro Rektor USU, Medan. Pelatihan dibuka oleh Wakil Dekan III Fakultas Pertanian, Dr Ir Tavi Supriana, MS.
Baca Juga:
Pelatihan melibatkan 100 peserta terdiri dari mahasiswa program sarjana hingga master, dosen dan praktisi industri pangan. Pelatihan Advanced Sensory Training yang mengangkat judul “Paradigm Shifts in Food Product Innovation Through Sensory Sciences” mengundang pakar sensori yang juga peneliti SEAFAST Center IPB, Dr.-Ing. Dase Hunaefi, M Food, ST, sebagai pemateri tunggal. Hadir dalam kesempatan itu, Ketua Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan Dr Ir Elisa Julianti, M Si dan Sekretaris Prodi Ilmu dan Teknologi Pangan Ridwansyah, S TP, M, Ketua PS. Magister Ilmu Pangan Dr Ir Hotnida Sinaga, M Phil dan Plt. Sekretaris Ilmu Pangan Era Yusraini, S TP, M Si.
Dalam sambutannya, Wakil Dekan III Fakultas Pertanian, Dr Ir Tavi Supriana, MS, mengatakan, dalam kurun waktu dua hari pelatihan digelar, jika semua peserta mampu memanfaatkan kegiatan dengan baik, maka akan bertambah 100 orang yang memiliki ilmu sensory.
“100 orang yang mendapatkan ilmu dalam pelatihan ini kelak dapat memanfaatkan ilmu sensory untuk berbagai kepentingan. Dosen akan memanfaatkannya dalam mengajar, mahasiswa memanfaatkannya untuk meneliti mengerjakan skripsi, demikian juga peneliti. Bahkan kita semua dapat menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari untuk memilih makanan yang baik dan sehat. Demikianlah kegiatan akademik dilakukan dan memberikan manfaat dunia akhirat. Baik bagi yang menyebarkan ilmu, maupun yang menerima ilmu,” katanya.
Ilmu sensori merupakan bentuk ilmu dengan menggunakan indra manusia berupa penglihatan, penciuman, pencicipan, perabaan dan pendengaran yang berfungsi untuk menilai kualitas suatu produk pangan. Pada kenyataannya, manusia kerap memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan dari produk yang sama. Hal ini dikarenakan perbedaan tingkat sensitivitas organ penginderaannya, kurangnya pengetahuan terhadap beberapa bau atau rasa tertentu dan kurangnya pelatihan dalam mengekspresikan apa yang dirasa dalam kata atau angka.
Dase Hunaefi yang juga merupakan dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB memulai pemaparan materi sensori dengan menjelaskan pentingnya inovasi pengembangan produk pangan yang baru dalam menghasilkan manfaat bagi konsumen dan keuntungan bagi produsen. Setiap pengembangan produk pangan yang baru harus melewati pengujian sensori untuk menghasilkan atribut sensori yang diinginkan konsumen.
Contohnya, dalam menilai mutu apel yaitu dengan melihat warna dan baunya dapat diketahui apakah apel tersebut layak dikonsumsi atau tidak. Dengan perkembangan teknologi saat ini, warna apel dapat dirubah menjadi merah dari kulit hingga ke daging bagian terdalam. Akan tetapi, apakah produk apel yang direkayasa tersebut dengan antosianin dapat diterima oleh konsumen? Tentu pertanyaan ini membutuhkan pengujian atribut sensori seperti warna, aroma, flavor, rasa dan kerenyahan dari apel tersebut.
Di hari kedua, Dase Hunaefi mengajarkan penelitian sensori dengan metode statistik kepada peserta dengan mengevaluasi minuman kopi instan yang dibeli di pasar. Dari contoh pengujian sensori ini, Dase Hunaefi mengharapkan mahasiswa dapat menerapkan metode statistik dari evaluasi sensori sebagai bentuk skripsi dan tesis mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan USU.
“Karena hanya dengan model penelitian sensori, Anda dapat menyelesaikan kuliah dengan cepat” ungkap Dase Hunaefi memberikan semangat kepada peserta. (AH)