Ini Dua Narasi Besar Yang Harus Disikapi Gerakan Mahasiswa Menurut Rektor IPB
digtara.com | BOGOR – Rektor Institut Pertanian Bogor, Arif Satria menilai, saat ini ada dua narasi besar yang harus disikapi oleh gerakan mahasiswa saat ini.
Baca Juga:
Pertama adalah peran mahasiswa dalam mengawal transisi demokrasi, dan yang kedua adalah peran mahasiswa pada era disrupsi.
Hal itu dikatakan Arif saat memberikan sambutan pada Kongres Kebangkitan Mahasiswa Indonesia yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa se-Indonesia di IPB pada Jumat 17 Mei 2019 kemarin.
Peran mahasiswa dalam mengawal transisi demokrasi menurut Arif menjadi penting, karena saat ini demokrasi di Indonesia masih dalam tahapan procedural, belum substansial. Secara substansial, masih banyak nilai-nilai dan perilaku dalam berdemokrasi yang perlu disempurnakan agar demokrasi bisa lebih matang.
Hal itu menurutnya, yang membedakan peran mahasiswa di negara maju dan negara berkembang, di mana sistem demokrasi di negara maju sudah mapan dan masyarakatnya sudah matang sehingga peran gerakan mahasiswa dalam pengawalan demokrasi tidak terlalu dituntut.
Sebaliknya di negara berkembang dengan kondisi masyarakat yg berpendidikan relatif rendah, gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral masih sangat dibutuhkan untuk mengawal proses demokrasi untuk mencapai tujuan dalam berbangsa dan bernegara.
“Dalam peran inilah idealisme dan independensi mahasiswa menjadi sangat penting. Idealisme dan independensi tersebut adalah modal pokok yang melandasi gerakan mahasiswa agar tidak mudah terpengaruh berbagai kelompok kepentingan, khususnya dalam menghadapi dinamika politik saat ini,”kata Arif Satria dalam keterangan tertulis yang dilansir Okezone, Sabtu (18/5/2019).
Arif lebih lanjut mengatakan, peran mahasiswa pada era disrupsi, di mana Indonesia saat ini menghadapi kondisi VUCA (volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity. Volatility banyak dipicu oleh perkembangan teknologi 4.0 seperti IOT, big data, artificial intelligence, robotic, blockchain dan lainnya yang membawa perubahan kehidupan begitu cepat.
Selanjutnya perubahan iklim, dinamika geopolitik global juga telah memicu uncertainty. Persoalan yang dihadapi juga semakin kompleks, sehingga mahasiswa dituntut harus berpikir sistem secara komprehensif.
“Selain itu, perubahan yang terjadi juga semakin tidak familiar yang menyebabkan situasi ambigu. Untuk itu, para pemimpin mahasiswa harus berorientasi masa depan dengan mempertimbangkan VUCA tersebut,” ujarnya.
Dia menyebutkan, ada lima kompetensi utama yang diperlukan untuk menghadapi tantangan masa depan, yakni complex-problem solving, critical thinking, creativity, communication dan collaboration.
“Era disrupsi saat ini menuntut mahasiswa menjadi powerful agile learner agar tidak terus terjebak pada masa lalu (escape from the past), dan sebaliknya harus mampu menemukan masa depan (to invent the future). Karena itu dalam kongres kebangkitan mahasiswa Indonesia saat ini perlu dipikirkan bagaimana reformulasi dan revitalisasi model gerakan mahasiswa Indonesia agar gerakan mahasiswa adaptif terhadap perubahan dan tantangan bangsa ke depan,” ucapnya.
[AS]