Berkedok Tes IQ, Siswa Baru SMP Negeri di Tebingtinggi Jadi Korban Pungli
digtara.com | TEBING TINGGI – Orangtua dan wali murid para siswa baru sejumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara, mengeluhkan adanya kutipan senilai Rp.75 ribu dari pihak sekolah, untuk kebutuhan tes kecerdasan intelektual (IQ) anak-anak mereka.
Baca Juga:
Salah seorang wali murid berinisial NMS alias Sianturi menyatakan, kutipan yang diberlakukan pihak sekolah itu sangat membebani. Apalagi mereka juga harus menanggung pengeluaran lain yang juga dibebankan pihak sekolah.
Seperti perlengkapan baju siswa baru yang mencapai Rp.850 ribu. Terdiri dari rompi senilai RP.78 ribu, seragam batik Rp.105 ribu, kaos/celana olah raga Rp.165 ribu, baju Pramuka Rp.195 ribu, baju Koko Rp.105 ribu, tali pinggang Rp.53 ribu, topi Rp.20 ribu, dasi Rp.20 ribu dan atribut sekolah Rp.34 ribu.
“Tentunya ini berat bagi kami. Apalagi kami sehari-harinya bekerja sebagai buruh, dengan gaji yang pas-pasan. Untuk bisa makan saja kami sudah bersyukur. Apa lagi untuk membiayai sekolah mana lah cukup dengan hasil yang pas-pasan,”ucap Sianturi.
Orang tua dan para wali murid berharap kepada Wali Kota Tebing Tinggi melalui kepala Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi, agar bisa turun menegur para kepala sekolah mereka yang secara sepihak membuat peraturan tersebut. “Ini memberatkan. Wali Kota harus turun tangan,”ucapnya.
Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) Kota Tebing Tinggi, Shalan Ritonga, yang juga merupakan Kepala Sekolah di SMP Negeri 3 Tebing Tinggi, belum bisa dikonfirmasi terkait adanya dugaan pungutan liar berkedok tes IQ itu. Ia tak menjawab panggilan dan pesan singkat yang dikirimkan awak media.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi, Pardamen Siregar mengatakan, jika ia tidak mengetahui adanya pengutipan uang senilai Rp.75 ribu per siswa. Namun terkait tes IQ iya memang pernah mendengarnya.
Namun ia telah berpesan kepada para kepala sekolah untuk tidak memaksakan dan menetapkan besaran kutipan kepada orangtua siswa.
“Sudah setiap tahun di laksanakan. Tapi sudah saya sampaikan kepada kepsek jangan main paksakan sifatnya sukarela, kalau tidak mampu tidak usah di ikuti,”terang Pardemean Siregar.
[AS]