NTT Bertekad Zero Risk PMK
digtara.com – Provinsi NTT menjadi salah satu provinsi yang masuk kategori zona hijau atau bebas penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) untuk hewan.
Baca Juga:
Hingga saat ini, NTT bertekad menjadi wilayah zero risk dalam penyebaran PMK bagi ternak di wilayah NTT.
Tekad ini mengemuka dalam rapat koordinasi (Rakor) pencegahan PMK di NTT di kantor Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang, Jumat (2/12/2022).
Baca: Tingkatkan Kewaspadaan pada PMK, BKP Kelas I Kupang Operasi Terpadu di Bandara dan Pelabuhan
Rakor yang dipandu kepala kantor Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang, drh Yulius Umbu Hunggar menghadirkan ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) NTT, drh Yohanes Simarmata, MSc dan Kabid Keswan dan Kesmavet Dinas Peternakan provinsi NTT, drh Melky Angsar, MSc dihadiri para praktisi dokter hewan, PDHI dan unsur terkait lainnya.
Drh Melky Angsar, MSc yang mewakili kepala dinas Peternakan Provinsi NTT menyebutkan bahwa saat NTT semua pihak terkait berjuang agar NTT bebas PMK ditandai dengan terbitnya instruksi gubernur (Ingub) NTT nomor 2 tahun 2022 tentang pencegahan PMK di NTT.
“Hingga saat ini, Provinsi NTT masih bebas PMK dan kita target zero risk serta perlu antisipasi pemasukan ternak dan produknya ke NTT,” ujarnya.
Baca: ABF Australia Denda 13.000 Dolar Australia pada 4 Nelayan Asal NTT
Disebutkan kalau kepala balai Karantina hewan dan pertanian Kelas I NTT, drh Yulius Umbu Hunggar dan jajarannya sangat ketat menutup masuknya produk hewan dari daerah luar.
“Produk yang diijinkan hanya produk susu bubuk untuk Baduta dan Balita yang diijinkan masuk,” tandasnya.
Produk susu bubuk ini terpaksa diijinkan masuk guna mencegah stunting di wilayah NTT.
Produk makanan kemasan dari hewan seperti susu bagi orang dewasa dan es krim masih belum diijinkan masuk ke NTT walaupun mendapat protes dari kalangan pengusaha.
Namun demikian, provinsi NTT tetap mengijinkan pengeluaran ternak ke provinsi lain selama provinsi penerima mengeluarkan rekomendasi masuk.
Disebutkan kalau PAD yang masuk dari pengeluaran ternak ke luar NTT sebesar Rp 420 milyar.
Ditegaskan kalau ternak beresiko dan produk lain nya tidak diijinkan masuk ke wilayah NTT.
Satgas penanganan PMK tandasnya juga mendapat protes dari pelaku usaha es krim karena produk es krim tidak diijinkan masuk ke wilayah NTT.
“Kantor karantina kerja luar biasa sehingga wilayah NTT tetap bebas PMK dan produk NTT tetap bisa keluar,” tandasnya.
Kepala Stasiun Karantina Ende, Komarudin yang mengikuti Rakor secara daring mengingatkan kalau wilayah Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat merupakan daerah rawan masuk nya PMK.
Ia menyarankan perlu lebih diaktifkan pengawasan lalu lintas ternak di Labuan Bajo.
Hal ini diamini drh Melky Angsar, MSc yang juga menegaskan kalau Wilayaj Labuan Bajo adalah titik kritis masuk nya produk-produk dari luar.
Pihaknya berharap NTT tetap menjadi wilayah zona hijau.
Wakil Rektor 1 Undana, Dr dr Annytha juga menyatakan kesiapan Undana mengawal pencegahan PMK dan siap membantu analisis produk yang masuk.
“Mahasiswa kedokteran hewan siap membantu edukasi dan penyuluhan atau telahan secara ilmiah terkait produk yang bisa terkontaminasi, ” ujarnya.
Ketua PDHI NTT, drh Yohanes Simarmata, MSc juga menegaskan kalau ternak sapi, domba dan babi rentan PMK namun penularan terbesar ada pada ternak babi.
Ia juga menyarankan agar pengetahuan tentang PMK perlu disampaikan agar bisa mengenali gejala-gejala PMK.
PDHI berkolaborasi memperkenalkan tentang PMK.
Drh Evi dari Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Kupang menjelaskan kalau pihaknya gencar mengantisipasi pemasukan ilegal hewan dari daerah tertular, produk, sisa makanan penerbngan.
“Target zero risk PMK di NTT yakni pemeriksaan di pintu masuk darat, laut dan udara termasuk di perbatasan,” ujarnya.
Pihaknya juga gencar melakukan pemusnahan produk yang masuk termasuk sampah dan sisa makanan pesawat.
“Kita melakukan antisipasi di bandara dan PLBN, penyemprotan pada truk pengangkut ternak, peningkatan pengawasan dan langkah pencegahan lainnya,” tandasnya.
Kepala kantor karantina Hewan dan Pertanian Kelas I Kupang, drh Yulius Umbu Hunggar juga memastikan kalau wilayah NTT masih bebas PMK namun pihaknya tetap ketat melakukan pengawasan.
“Kita tetap kirim ternak dari NTT namun kita menutup masuknya hewan dan produk hewan sehingga sampai sekarang NTT masih bebas PMK,” tegasnya.