Ledakan Meriam Bambu, Tradisi Natal Masyarakat NTT
digtara.com | KUPANG – Meledakkan meriam bambu mungkin bukan permainan asli dari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tak ada pula catatan khusus kapan pertama kali permainan itu dimainkan oleh warga di daerah berjuluk Kota Karang itu.
Baca Juga:
Namun sejak tahun 1990-an, meledakkan Meriam Bambu menjadi tradisi yang hampir selalu dimainkan warga, khususnya remaja dan anak-anak, saat menyambut Natal.
Bahkan tak jarang remaja dan anak-anak itu rela menabung uang jajan mereka agar bisa memainkan Meriam Bambu saat Natal tiba. Padahal kenikmatan dari permainan meriam itu hanya ada pada bunyi dentumannya. Bunyi yang menggelegar akan memberi semangat bagi anak-anak yang bermain meriam tersebut. Dan hal itulah yang dicari.
MEMBUAT MERIAM BAMBU
Sangat sederhana membuat dan bermain meriam bambu tersebut. Memang tak semua jenis bambu bisa dipakai untuk permainan ini. Hanya jenis bambu tertentu saja (jenis nila). Bambu jenis itu memiliki ruas yang panjang sehingga cukup menggunakan satu ruas untuk satu meriam bambu tersebut.
Meriam bambu itu lalu dibikin lubang di ujung ruas sebagai sumbu pemantik. Pada ujung ruas dekat lubang akan diisi minyak tanah sebagai pemantik ledakan. Si pemain akan menyulut lubang berisi minyak tersebut dan akan mengeluarkan bunyi. Untuk menghasilkan bunyi yang kuat, maka bambu tersebut harus benar-benar bersih dari asap dengan cara ditiup.
Setiap habis satu ledakan, maka sang pemain wajib meniup meriam itu untuk bersihkan asap dari dalam bambu agar sulutan berikut bisa menghasilkan bunyi yang besar.
Memang semua jenis permainan ini tujuan selain bergembira juga menghasilkan bunyi-bunyian. Tanda bunyi-bunyian itu bisa diartikan sebagai sebuah tanda penyambutan sebuah momentum yaitu Kelahiran Yesus Kristus.
Dalam perjalanannya, permainan meriam bambu di Kota Kupang memudar dan digantikan dengan bunyi-bunyian lain seperti petasan dan sejenis meriam lain yang terbuat dari bekas botol mineral yang digoyang setelah diberikan bahan bakar (spritus).
Jenis meriam ini dinilai lebih praktis karena bisa diboyong ke mana-mana. Namun begitu jenis permainan itupun hanya dimainkan oleh anak-anak saja. Sementara orang tua dan remaja akan bermain petasan.
DIGANTIKAN PERMAINAN BARU
Kondisi tersebut juga secara perlahan mulai ditinggalkan meskipun di Flores. Perkembangan zaman telah memberikan pilihan bagi masyarakat untuk memilih cara menyambut Kelahiran Yesus (Natal). Kegembiraan akhirnya mulai dilakukan dengan berbagai cara, yaitu bisa dengan petasan dan juga nyanyian-nyanyian dan musik.
Kendatipun di beberapa titik lokasi di Flores (mayoritas Katolik) dan beberapa kabupaten lain di NTT masih terdapat permainan meriam untuk menyambut Natal, itu karena warga di sana masih mudah mendapatkan bambu.
Biaya murah itulah menjadi pilihan warga untuk tetap mempertahankan tradisi meriam menyambut Natal. Hal yang terpenting dari sekadar bunyi-bunyian dan cara melakukannya (meriam dan petasan), namun ada makna di balik itu, bahwa warga Kristiani sejagad termasuk di NTT mau melampiaskan kegembiraanya menyambut kelahiran Yesus itu dengan gembira.
Setidaknya apa yang diimani dalam makna Natal adalah sebuah kedamaian dalam kelahiran secara miskin di kandang. Damai di bumi damai di hati.
[OKZ/AS]