Soal Referendum di Aceh akan Dikaji Mendalam
Digtara.com | BANDA ACEH – Soal mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf mengeluarkan pernyataan meminta Aceh untuk referendum atau memisahkan diri dari NKRI. Penyataaan tersebut disampaikan Muzakir Manaf saat peringatan Kesembilan Tahun wafatnya Wali Nanggroe Aceh, Tgk Muhammad Hasan Ditiro di Gedung Amel Banda Aceh, Senin 27 Mei 2019 malam.
Baca Juga:
Dalam video yang beredar di media sosial, Muzakir Manaf menyampaikan “Alhamudlillah, kita melihat saat ini, negara kita di Indonesia tak jelas soal keadilan dan demokrasi. Indonesia diambang kehancuran dari sisi apa saja, itu sebabnya, maaf Pak Pangdam, ke depan Aceh kita minta referendum saja,” ujar Muzakir Manaf.
Penyataaan Muzakir Manaf tersebut menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat Aceh. Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyatakan, akan mengkaji terlebih dahulu penyataan Muzakir Manaf tersebut.
“Kita negara demokrasi, semua pendapat harus dihargai, namun tentu semua pendapat follow up-nya harus berdasarkan konstitusi, konstitusi itu mulai dari pembukaan Undang – Undang Dasar, Undang – Undang Dasar itu sendiri, kemudian hinarki di bawah undang – undang itu sendiri,” ujar Nova Iriansyah, Rabu 29 Mei 2019.
Nova mengajak seluruh elemen untuk berpikir jernih terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan, apakah hal tersebut dapat membawa masyarakat menuju kesejahteraan.
“Kemudian, kita lihat apakah ada peluang untuk ditindak lanjuti, tergantung konstitusi dan perundang-undangan yang ada. Saya pribadi apa pun wacana dan pendapatnya kalau muaranya untuk kesejahteraan rakyat harus dihargai,” ujar Nova.
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dari Partai Nanggroe Aceh yang juga ketua TKN Pasangan Calon Presiden 01, Irwansyah mengatakan semua rakyat Aceh berhak untuk memikirkan Aceh ke depannya.
“Kasih kesempatan kepada rakyat untuk bisa memikirkan masa depannya, saat ini, rakyat baru keluar dari musibah komflik dan tsunami,” ujar Irwansyah melalui pesan singkat.
Lebih lanjut Irwansyah mengatakan, sangat egois bila langsung menentukan keputusan dengan begitu banyaknya rakyat Aceh, “Saya mengikuti keinginan rakyat yang benar kategori rakyat,” ujarnya.
Terkait penyataan Muzakir Manaf, Panglima GAM wilayah Linge, Fauzan Azima turut angkat bicara. Ia menuturkan, sejarah Aceh adalah sejarah yang berdarah-darah. “Kita baru saja menempel luka dengan perdamaian di Helsinky, Finlandia. Karenanya, dengan alasan apapun mantan GAM jangan lagi menorehkan luka baru,” ujar Fauzan Azima melalui pernyataannya yang dikirimkan ke media.
Fauzan menyatakan, terkait referendum apabila hal tersebut diperjuangkan dengan darah, dirinya tidak setuju, karena tak ingin rakyat Aceh menjadi tumbal. “Tentu saja, kita tidak berharap sejarah kelak akan mencatat bahwa GAM adalah institusi yang menjadikan rakyat Aceh sebagai tumbal dalam mewujudkan ambisi kelompok dan golongan melalui wacana referendum,” ujarnya.
Menurutnya, tugas dan tanggung jawab mantan GAM untuk mengubah sejarah Aceh ke depan sebagai daerah yang aman, damai dan tanpa kekerasan.[viva]