Adaptasi 40 Hari, Enam Ekor Komodo Dilepasliarkan ke Habitatnya

digtara.com - Enam ekor biawak komodo (Varanus komodoensis) dilepasliarkan ke habitatnya di cagar alam Wae Wuul, Kabupaten Manggarai Barat, NTT.
Komodo ini merupakan hasil breeding di lembaga konservasi Taman Safari Indonesia (TSI) I Cisarua selama tiga tahun lebih dengan dukungan dari PT Smelting-peleburan tembaga pertama di Indonesia.
Enam ekor komodo ini merupakan keturunan lahir/menetas pada tanggal 27 Februari 2020 dari indukan Komodo jantan yang bernama Rangga dan betina yang bernama Rinca.
Kedua indukan tersebut sampai dengan saat ini masih sehat dan produktif di fasilitas Lembaga Konservasi TSI Cisarua.
Keenam biawak komodo tersebut telah diberi nama yaitu Viktor (diambil dari nama Gubernur NTT), Satyawan (diambil dari nama Direktur Jenderal KSDAE), Indera (diambil dari nama Direktur KKHSG), Endi (diambil dari nama Bupati Manggarai Barat), Jansen (diambil dari nama Direktur TSI), dan Sato (diambil dari nama Presiden Direktur PT. Smelting).
Pelepasliaran dilakukan kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.
Biawak Komodo sendiri merupakan spesies yang dilindungi undang-undang, berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 tahun 2018, dan dikategorikan sebagai spesies Endangered dalam daftar merah IUCN.
Lembaga Konservasi Taman Safari Indonesia Cisarua dibawah supervisi dari Direktorat Jenderal KSDAE telah melakukan upaya penyiapan keenam ekor komodo tersebut sejak lahir untuk dapat dilepasliarkan ke habitat alaminya melalui berbagai perlakuan.
Perlakuan itu berupa pembatasan perjumpaan dengan manusia, pola pemberian makanan yang dapat melatih insting berburu mangsa (hidup), dan menciptakan rona lingkungan seperti adanya pohon untuk memanjat sebagaimana di habitat alaminya.
Penilaian kesiapan keenam ekor komodo untuk dilepasliarkan juga dilakukan dengan bantuan ahli dari Pusat Penelitian ekologi terapan BRIN, dengan indikator antara lain agresifitas dan keliaran, berburu dan memakan mangsa, memanjat pohon dan adaptasi.
Pemilihan lokasi pelepasliaran ke habitat alam di Cagar Alam Wae Wuul juga dilakukan atas dasar hasil kajian pemetaan genetik (haplotype).
Baca Juga:
Dari hasil kajian tersebut diketahui bahwa keenam individu tersebut secara genetik berasal dari populasi biawak Komodo yang ada di CA Wae Wuul.
Selain itu telah dilakukan pula survei lapangan untuk melihat kondisi habitat, ketersedian pakan, keamanan dari gangguan dan beberapa indikator lainnya yang penentuannya telah melibatkan ahli dari BRIN.
Pelepasliaran ke enam ekor Biawak Komodo ini juga telah melalui upaya adaptasi selama kurang lebih 40 hari mulai tanggal 15 Agustus sampai dengan tanggal 23 September 2023 di kandang habituasi dalam kawasan CA Wae Wuul.
Proses habituasi tersebut bertujuan agar keenam biawak komodo tersebut dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan mampu untuk bertahan hidup di alam liar.
Upaya ino yang dilakukan dengan meminimalisir kontak fisik/visual dengan manusia, meminimalisir modifikasi kandang habituasi atau mempertahankan suasana lingkungan alami, dan meningkatkan pengamatan. Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan selama proses habituasi, keenam biawak komodo tersebut menunjukan catatan yang cukup baik dalam beberapa indikator yang menjadi parameter kesiapan untuk dilepasliarkan yaitu agresivitas, kemampuan adaptasi terhadap cuaca, kemampuan menghindari predator, dan insting berburu.
Selain itu, sebagai upaya edukasi terhadap generasi muda dan masyarakat terkait pentingnya upaya konservasi satwa biawak komodo sebagai satwa nasional Indonesia yang dilindungi Undang-undang beserta pelestarian habitatnya, telah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat, pelajar, dan para pihak terkait di Kabupaten Manggarai Barat serta di sekitar CA Wae Wuul pada tanggal 13 Juni 2023 di dusun Menjaga Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo.
Selanjutnya pasca pelepasliaran akan tetap dilakukan monitoring secara terus menerus selama 3 tahun melalui pemantauan data yang diambil dari GPS telemetry yang telah dipasang pada keenam ekor biawak komodo yang dilepasliarkan tersebut.
Juga pemantauan melalui kamera trap yang akan dipasang di lokasi CA Wae Wuul.
Pemantauan tersebut dilakukan agar didapatkan data-data penting yang diperlukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan program atau strategi ex-situ linked to in-situ biawak komodo yang telah dilaksanakan di CA Wae Wuul, sebagai bahan evaluasi dan pengambilan langkah-langkah kebijakan penting kedepan dalam penyempurnaan program dimaksud.
Direktur Jenderal KSDAE KLHK (Prof. Dr. Satyawan Pudyatmoko) mengungkapkan bahwa pelepasliaran ini merupakan bukti nyata bahwa konservasi ex- situ dapat mendukung konservasi in-situ, atau dikenal dengan strategi ex-situ linked to in-situ.
Pihaknya berharap agar komodo yang dilepasliarkan ini dapat mendukung kelestarian dan peningkatan populasi komodo di habitat aslinya.
"Upaya yang telah dilakukan Lembaga konservasi TSI I Cisarua ini sesuai dengan mandat peraturan perundangan yang berlaku bahwa salah satu fungsi Lembaga Konservasi adalah sebagai tempat cadangan genetik guna mendukung populasi in-situ, yang dapat dimanfaatkan untuk pelepasliaran (restocking) ke habitat alaminya," tandasnya, Senin (25/9/2023).
Hal ini diharapkan dapat direplikasi keberhasilannya oleh lembaga konservasi lain karena lembaga konservasi merupakan mitra strategis pemerintah yang memiliki kompetensi di bidang konservasi satwa liar.
Disamping itu keterlibatan dan kepedulian para pihak swasta menjadi salah satu kunci penting dalam keberhasilan upaya pelestarian satwa liar dan lingkungan, seperti misalnya dukungan PT Smelting dalam pelepasliaran 6 ekor biawak komodo ini yang merupakan salah satu implementasi program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan (PROPER). PROPER ini merupakan salah satu upaya KLHK untuk mendorong kepatuhan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan.
Lebih lanjut Satyawan Pudyatmoko menyampaikan untuk menumbuhkan semangat akan pentingnya keterlibatan para pihak (pemerintah pusat dan pemerintah daerah, masyarakat adat, dan tokoh agama) di wilayah Manggarai Barat khususnya, kegiatan pelepasliaran ini dilaksanakan dengan tema "Ora Kole Beo", yang diambil dari bahasa Manggarai/Manggarai Barat dengan arti "Komodo Pulang Kampung".
Kegiatan ini juga menjadi momen yang penting dalam rangka memperingati Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) Tahun 2023 (Road to HKAN 2023).
Satyawan Pudyatmoko mengapresiasi seluruh pihak yang telah mendukung proses pelepasliaran satwa Komodo ke Cagar Alam Wae Wuul yakni BPPHLHK Wilayah Jabalnusra, BPDAS Benain Noelmina, BRIN, Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat, IPB, Undana, BPOLBF, Garuda Indonesia, PT. Telkomsel Labuan Bajo, PLN UP3 Flores Barat, Dinas PKO Manggarai Barat-SDN Menjaga, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, serta LSM Yayasan Komodo Survival Program.
Ditambahkan, untuk melindungi keberadaan populasi biawak komodo di alam, pemerintah Indonesia telah menetapkan kawasan konservasi yang menjadi habitat Komodo.
Lokasi tersebut yakni Taman Nasional Komodo dan di luar kawasan Taman Nasional Komodo yakni di Cagar Alam (CA) Wae Wuul (1.484,84 Ha), CA Wolo Thado (4.016,80), CA Riung (426,2 Ha) dan Taman Wisata Laut 17 Pulau Riung (Pulau Ontoloe, luas 352,14).
Hasil monitoring komodo yang dilaksanakan ada pada Tahun 2023 di kawasan konservasi CA Wae Wuul, berdasarkan hasil analisis Site Occupancy estimasi jumlah biawak komodo sebanyak 21- 53 ekor.
Berdasarkan hasil monitoring dan analisis data ekspedisi komodo di Flores Tahun 2015- 2018, komodo dapat ditemukan pula di luar kawasan hutan konservasi antara lain Pulau Longos, Golo Mori, Mburak, Tanjung Kerita Mese, Nanga Bere/ Nisar, (Kabupaten Manggarai Barat), Pota, Baras, Golo Lijun-Buntal (Kabupaten Manggarai Timur), serta Semenanjung Torong Padang (Kabupaten Ngada).
Untuk itu peranan, masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan pemerintah pusat dan daerah menjadi penting dan strategis untuk bahu membahu menjaga dan merawat kelestarian satwa langka yang keberadaannya di dunia hanya ada di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur.
"Terimakasih atas peran semua pihak yang selama ini telah berjuang bersama sama dalam upaya pelepas liaran Biawak Komodo di habitat alaminya di CA Wae Wuul," ujarnya.
Adaptasi 40 Hari, Enam Ekor Komodo Dilepasliarkan ke Habitatnya

Polres Manggarai Barat Sidak Peredaran Minyak Goreng Minyakita

Curi Handphone, Residivis di Manggarai Barat Kembali Ditangkap Polisi

Kantongi Rekaman CCTV, Polisi Kantongi Identitas Dua Pelaku Pembacokan Pria yang Tewas di Alak

Kapolres Manggarai Barat Safari Ramadhan di Ponpes Al-Fatah Lamtoro Labuan Bajo

Seorang Wanita dan Satu Pria di Kabupaten Sikka-NTT Diamankan Polisi karena Penyalahgunaan Narkoba
