Kemanusiaan, Sportivitas Formula E : Saling Selip dan Tikungan di Dalam dan Luar Arena

digtara.com – PERHELATAN Formula E telah usai dan menuai kesuksesan yang luar biasa. Chief Competition Officer Formula E (E-Prix), Alberto Longo, mengungkapkan kegembiraannya kepada Gubernur DKI Jakarta, event ini telah diliput 303 media dari 150 negara, yang biasanya hanya diliput 250 media.
Baca Juga:
Hal ini membuktikan antusias dunia terhadap event ini sangatlah besar. Semangat kompetisi yang melekat terhadap nilai kemanusiaan, dan sportivitas begitu mengemuka apalagi setelah dunia terlepas dari Covid-19.
Bentuk sportivitas olahraga ini dipastikan tidak boleh berbau rasial, primordial apalagi didikte oleh kepentingan politik, Pure skill. Keahlian dalam event ini benar-benar terjaga didasarkan pada kualitas manusia yang berbasis pada latihan dan strategi.
Permainan ini sangat mengasikkan. Jujur mengatakan, sebenarnya saya tidak begitu terpancing membicarakan olahraga ini tapi akhirnya harus ikut terseret perasaan dan pikiran. Hal itu disebabkan selain dari melihat dan membuktikan uji skill dalam olahraga kelas dunia ini juga telah hadir di depan mata masyarakat Indonesia.
Selain itu juga ada terselip pesan dalam event ini berkaitan dengan kemanusiaan.
Kampanye menyelamatkan bumi dengan mengurangi penggunaan energi yang berbasis fosil beralih kepada penggunaan energi berbasis listrik atau batrei.
Tentu sebagai manusia penghuni bumi, sampai di sini siappun tidak akan bisa lepas dari event ini. Manusia butuh energi sekaligus masih butuh kepada planet bumi yang nyaman dan harus diselamatkan.
Saat ini sejarah baru sudah tertoreh, Anis Baswedan telah berhasil memantik semangat generasi muda bangsa, agar tidak lagi hanya berdiri dan berada di tribun penonton. Anak-anak harus ikut turun ke dalam sirkuit laga. Dengan event ini semakin dapat dipastikan pada satu saat akan lahir para juara dari ibu pertiwi. Sekaligus anak Indonesia harus memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga planet bumi, dengan cara mengurangi emisi.
Seportivitas pertendingan telah dijunjung tinggi, pada balapan di Jakarta International E-Prix Circuit, Ancol. Sang juara telah lahir, Evans memenangi duel melawan Jean-Eric Vergne (DS Techeetah) yang finis diurutan kedua dan Edardo Mortara (ROKiT Venturi Racing) di posisi ketiga.
Perlombaan ini harus menghadirkan kesadaran kepada anak-anak bangsa bahwa, dari perspektif kemanusiaan, sesungguhnya sang juara juga memiliki modal yang sama dengan anak Indonesia. Tetapi latihan lah yang menciptakan juara, bukan bawaan lahir. Jadi dengan event ini, secara langsung atau tidak langsung bagi anak bangsa akan terbentuk satu ideologi pemenang.
Keyakinan dan usaha keraslah yang menciptakan pemenang, sang juara. Pemenang dan juara tidak hanya cukup fasilitas semata. Karena banyak pertendingan di dunia ini yang didukung oleh berbagai fasilitas tapi tidak jadi pemenang.
Saling Salip dan Tikung di Belakang Panggung
Dalam satu pagelaran atau pertunjukan selalu ada dua arena yang bemain, di panggung terbuka yang bisa disaksikan orang banyak dan permainan dibelakang panggung yang sifatnya tertutup. Biasanya permainan dibalakang panggung lebih menarik, seru dan lebih serius daripada permainan yang terlihat diarena terbuka.
Kalau waktu dirunut sedikit kebelakang, sejak digagas formula E ini oleh Gubernur DKI, sudah ramai pro dan kontra. Saling serang satu “partai dengan partai” lain. Bukan hanya sesama pengurus partai tapi juga antar pendukung partai juga tidak ketinggalan, bahkan bazeRp juga saling serang. Selalu ada perdebatan yang seru.
Persoalan ini hampir menyeret Anis sang gubernur diinterplasi. Keras memang yang dihadapi penyelenggara event, baik ditingkat pemerintah DKI maupun panitia.
Syahroni sebagai ketua OC mengatakan, saya memang melas kepada siapa pun untuk event dunia seperti ini, tapi bukan untuk kepentingan seseorang, bukan juga khusus kepentingan DKI, pastinya untuk kepentingan bangsa, rakyat Indonesia.
Sepanjang tuhanan adu argumen telah berjalan panjang dan alot bahkan ditingkat politisi DKI sendiri terbelah menjadi dua kubu, “saling salip dan tikung” untuk mendapat simpatik masyarakat. Tentu mereka juga berbuat untuk menjalankan fungsi sebagai pengawas yang melekat dalam dirinya. Hal itu tidak bisa dibelajangkan, apalgi dianggap remeh.
Keritisi ini juga harus didukung semua pihak sebab hal itu juga sebagai kepentingan kemanusiaan. Artinya jangan sempat uang rakyat raib tanpa jelas juntrungnya. Karena tidak jarang, uang rakyat hilang tanpa jejak. Tentu mereka juga khawatir uang rakyat habis di ruang kenalpot formula E. Terlihat semua masih berjalan dalam keajaran.
Tapi akhirnya masyarakat sulit memisahkan antara kepentingan rakyat, kemanusiaan (primosi energi selain fosil) dengan “kepentingan titipan” partai dan golongan tertentu., yang tidak etis dijadikan sebagai alasan untuk saling jegal menjegal. Tidak berhenti di tingkat anggota politisi DKI, atau sesama pendukung dan bazeRp, perdebatan meluas kesekeliling Monas, dan Senayan.
Semakin dekat hari H, suara bazeRp makin menggema, sebaliknya suara hati rakyat makin tidak terdengar. Akan tiba waktu hari H, suara dukungan dan penolakan formula semakin kencang berhembus bahkan berisiknya jauh mengalahkan suara mobil di arena balap firmula E yang nyaris tak terdengar.
Anis sebagai inisiator dan tuan rumah telah pelaksana beberapa kali “diseruduk dan ditanduk” sang “banteng merah”, tapi dasar kelihaian diplomasi Anis dan panitia memainkan peran hampir mirip dengan “Torero “ yang memainkan matador di Spanyol. Sang Torero dengan tenang dan asik menggunakan kain merah dengan konsentrasi sehingga sang banteng hanya tertuju pada kain bukan pada orangnya.
Akhirnya permainan salip menyalip, tikung menikung di belakang panggung berakhir dengan mantap. sang Torero, memainkan matador, bukan hanya selamat dari tandukan tapi mampu memperlihatkan permainan yang indah dan seni yang cantik. Begitu juga sebaliknya. tidak kalah cerdik sang banteng dalam permainan. Sang matador juga tidak terluka dan selamat mempertontonkan permainan cantik. Sang pengusung penggagas Formula E dan yang kontra akhirnya sama-sama menjalankan fungsinya, sama sama hadir dalam panggung pada hari H.
Permainan di luar arena naik ke atas panggung dengan mantap, dan menarik perhatian dan seksi untuk dipandang, disaksikan di 303 media di dunia. sungguh sangat sukses.
Apa yang terjadi, empat hari sebelum hari H, sang polikutikus praksi PDI perjuangan DPRD DKI, Gembong Warsono (dari berbagai sumber) mengatakan, kami praksi PDI Perjuangan mendukung pelaksanaan Formula E, dengan syarat transparansi manajemen.
Sebagian pengamat mengatakan, arah angin terlihat berubah, satu tali dua uang, sejak apa yang terjadi akhir akhir ini di Jalan “Teuku Umar”. Sebab kalimat anggota DPRD itu tidak berdiri sendiri tapi ada kaitannya, tentang wacana internal partai, tentang siapa yang akan diusung maju di pilpres 2024.
Sepertinya ada sinyal di lapangan terbuka, menunjukkan bahwa ada perbedaan dukungan dari Jl. Teuku Umar, Sang pemilik suara terbanyak di DPRRI dengan Istana RI, siapa yang diusung presiden 2024.
Pengamat Hal mengaitkan dengan ketidak hadiran Bu Mega dipernikahan adek Pak Jokowi di Solo beberapa saat lalu. Ditambah dengan idul Fitri, Pak Jokowi memilih lebaran di Solo dan lebih awal berkunjung ke Kraton Yogyakarta, dari pada berjunjung ke Teuku Umar.
Rona wajah cantik mba Puan dan ketulusan senyum pak Jokowi saat hadir di panggung Formula E. Membuat suasana makin hangat. Mereka berdampingan mesra dengan pak Anis Baswedan, bahkan beredar diberbagai media cetak Mba Puan selfi dengan sang Gubernur. Hal itu semakin menambah keyakinan pada penonton dan masyarkat umum, telah terjadi tikung menikung dan saling salip di belakang panggung dan pastinya telah terjadi secara sengit qdan menarik.
Peritiwa senyumnya mba puan duduk berdampingan di tribun dengan “ahlu al bait Formula E” ditambah lagi kesediaan presiden Jokowi menyerahkan tropy kepada sang juara, akhirnya tidak cukup lagi dipandang sebagai peristiwa olahraga ansich. Tapi mau tak mau orang menafsirkan sebagai peristiwa politik dan kemanusiaan.
Peritiwa ini tidak berdiri sendiri, tidak bisa dipisahkan dengan peristiwa sebelumnya, pro dan kontra begitu tajam persoalan formula E. Apalagi dihubungkan denga ucapan ketua OC sebagai panitia sepertinya kami dibiarkan jalan sendiri. Sampai selesai pertendingan perbincangan masalah pro dan kontra masih menjadi perdebatan.
Tentu kita hanya masyarakat biasa, sebagai penonton yang baik jangan ikut turun kelapangan apalgi ikut bermain. Penonton yang baik harus menjaga sportivitas permainan (lapangan dan dibelakang panggung) sampai pertendingan selesai. Hal itu dilakukan agar memastikan terpilihnya “pemain terbaik” , dan dinamika yang sehat.
Sekaligus kita tunggu pertandingan pada putaran selanjutnya dan formula 1 (one) tahun 2024. Dapat dipastikan ternyata, Sejak zaman nabi Adam sampai sekarang sipat manusia tetap sama. Hal yang manusiawi ingin jadi pemenang dan tampil dipanggung kehormatan. Tapi ingat selalu ada yang milih jalan pemenang, dan ada juga mimilih jalan pecundang, agar ikut tampil di panggung.
Pelajaran penting bagi masyarakat hari ini, bahwa para politisi cerdas telah berhasil mempertontonkan dengan baik bahwa tidak ada lawan yang abadi. Politik itu tidak beku, sewaktu waktu bisa cair karena yang ada kepentingan abadi. Bagi pendukung dan penonton diharapkan jangan turun lapangan sekalipun jagoannya kalah, sportivitas dipastikan tetap harus terjaga.
Waalahu a’lam bissawab
Penulis: Hotmatua Paraliha
digtara.com menerima tulisan dari pembaca. Segala hal terkait tulisan tersebut menjadi tanggungjawab penulis

Dari Masyarakat untuk Penjara: Menguatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pemasyarakatan Berkelanjutan

Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia
