Rapid Test Dulu Pak Wali Kota

Oleh: Khoiruddin Nasution
Baca Juga:
Beredar kabar yang menyebut bahwa kegiatan belajar-mengajar untuk siswa-siswi sekolah di Kota Padangsidempuan, tidak akan lagi digelar secara daring (online). Melainkan dengan metode tatap muka langsung dengan tetap menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Beredar undangan ke orangtua para siswa yang meminta persetujuan untuk pelaksanaan pembelajaran dengan metode baru yang sangat situasional, sebab tidak semua daerah sama metodologinya.
Satu sisi orangtua merasa senang dan gembira karena anaknya akan belajar kembali di sekolah. Sehingga akan mengurangi beban mereka mengajar anak di rumah serta mengurangi biaya paket data internet. Anak-anak juga tidak lagi merasa tersiksa dengan sistem belajar online.
Namun di sisi lain, orangtua sesungguhnya masih khawatir dan was-was tentang kondisi pandemi Covid-19.
Bukan tidak beralasan sebenarnya kekhawatiran mereka itu. Para orangtua yang senantiasa update informasi lewat media sosial atau media online lainnya. Maka akan terlihat gambaran bahwa suspect Covid-19 maupun korban meninggalnya jelas mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
LAPORAN SATGAS
Dari laporan harian Satuan Tugas Percepatan Penanganan (STPP) Covid-19 Propinsi Sumut yang di publish Biro Humas Pempropsu, pada 23 agustus 2020 hingga pukul 17.00 WIB, perkembangan Covid-19 di Kota Padang Sidempuan adalah; Suspect = 0, Konfirmasi = 11, Sembuh = 8, Meninggal = 3.
Hal ini bila dibandingkan dengan di awal bulan Juli yang lalu yang positif/konfirmasi saja pun sebenarnya tidak ada yang berdomisili di kota ini.
Tentunya kita terkejut dengan situasi dan kondisi saat ini ada terhadap data yang dipublikasi Biro humas Sumut tersebut. Malahan kita semakin tercengang ketika mendengar persoalan pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 di areal pekuburan yang terlihat beberapa orang tidak mengikuti protokol kesehatan Covid-19 karena tidak memakai APD.
Kemudian juga pasca-penguburan jenazah, masyarakat dan awak media menemukan beberapa APD yang diduga bekas penggunaan personil penguburan jenazah Covid-19. Keteledoran ataupun kecerobohan ini bahkan telah membuat masyarakat sekitar pemakaman semakin was-was karena sarung tangan dan masker serta baju hazmat yang ditemukan itu sempat dianggap mainan oleh anak-anak yang sedang bermain-main di lokasi perkuburan, karena sebelumnya mereka juga sering bermain di sana sebab hanya beberapa puluh meter saja dari sekolah SD anak-anak tersebut.
Namun bagaimana kondisi terkini perkembangan covid-19 di kota Padang Sidempuan, pun juga terkait polemik masyarakat sekitar perkuburan covid-19 dengan pemerintah tidak pernah lagi kita menyaksikan konfrensi pers yang biasa secara live di media online atau media sosial. Padahal sekilas kita akan menilai sesungguhnya penyebaran Covid-19 di Padang Sidempuan ini justru semakin meningkat dibanding sebelumnya.
Perihal Respon…
Perihal respon masyarakat khususnya para orangtua siswa, banyak juga yang negatif, terhadap kembalinya proses belajar mengajar di sekolah, sebab terkait dengan harus adanya ijin atau persetujuan dari orangtua siswa terlebih dahulu baru kemudian sekolah dibuka.
LEPAS TANGAN
Hal ini seolah-olah pemerintah kota seperti ingin melepas tanggungjawab penuh terhadap konsekuensi yang terjadi nantinya apabila tiba-tiba muncul ada suspect atau terkonfirmasi di kalangan siswa maupun guru yang bersekolah walaupun telah melaksanakan protokol kesehatan. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hari ini telah ditemukan para pasien Covid-19 terkonfirmasi justru tanpa gejala sebagai ketika awal pandemik ini muncul.
Dahulu kita mudah menduga ketika ada gejala batuk kering, flu berat, demam tinggi serta sesak nafas berarti telah ada indikasi tertular Covid-19. Sekarang ini malah ada OTG yakni tanpa gejala apapun, tiba-tiba setelah di test Rapid atau PCR ternyata telah positif/konfirmasi Covid-19.
Di kota Padang Sidempuan ribuan orang masyarakat yang berpotensi & rentan untuk tertular Covid-19, sebab memiliki penyakit penyerta yang membuat seseorang itu gampang tertular. Antara lain seperti penderita pneumonia, penderita sakit gula, influenza, penderita TBC dan lain sebagainya.
Dari data BPS tahun 2019 di Padang Sidempuan kasus penyakit terbanyak antara lain adalah; Pasien Influenza ada 8.120 kasus, Pasien Hypertensi ada 6.130 kasus, pasien Tersangka TB Paru ada 3.559 kasus, Pasien Diabetes Mellitus (DM) ada 3.054 kasus, pasien TB Paru BTA (+) ada 255 kasus, pasien Pneumonia ada 23 kasus.
Masihkah kita main-main terhadap keberadaan virus ini ?
Pemerintah kota semestinya hadir dan menjawab berbagai tanya maupun kekhawatiran warga masyarakat Padang Sidempuan. Bukankah Presiden RI Bapak Joko Widodo dengan berbagai regulasi telah memberikan ruang & petunjuk untuk realokasi serta refocussing anggaran dalam APBD untuk merespon Covid-19.
Menurut saya, Kepala Daerah itu bertanggungjawab penuh terhadap keselamatan, kesehatan dan kenyamanan warga masyarakatnya. Karena itulah amanah diberikan kepada seorang pemimpin. Kepala Daerah berkewajiban untuk memajukan pendidikan dan kesejahteraan warganya.
Dalam rangka menjawab kekhawatiran warga masyarakat terkait proses belajar di sekolah yang akan dilaksanakan bulan September ini, alangkah baiknya jika Kepala Daerah bersama DPRD membuat kesepakatan pengalokasian anggaran guna melakukan kegiatan screening awal lewat Rapid Test serentak bagi seluruh Guru, Pegawai Sekolah & Siswa SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA sebelum sekolah dibuka kembali.
Saya yakin para orangtua siswa, guru dan masyarakat secara umum akan mendukungnya, supaya tidak lagi terlalu tinggi kekhawatiran akan penularan Covid-19 nantinya di sekolah. Kalau berbicara dengan alasan sekolah wajib melaksanakan protokol kesehatan, maka (maaf) kurang protokol bagaimana lagi paramedis kita selama ini dalam menangani pasien Covid-19 ? Toh ternyata masih banyak yang tertular.
Dalam Buku…
Dalam Buku Padang Sidempuan dalam Angka Tahun 2020 yang diterbitkan BPS kota Padang Sidempuan saya coba mengkalkulasikan beberapa data-data yang ada dibuku tersebut.
Jumlah seluruh Guru Sekolah Negeri maupun Swasta dari SD, SMP/MTs, SMA/SMK/MA adalah 3.908 orang. Jumlah siswa SD, SMP/MTs/SMA/SMK/MA di Sekolah Negeri maupun Swasta adalah 50.189 orang. Sehingga jumlah Guru dengan siswa yaitu 54.097 orang.
Ditambah lagi dengan jumlah pegawai setiap sekolah yakni tata usaha, pegawai kebersihan, satpam dan lainya yang pasti berinteraksi dengan para guru & siswa di hampir 200an sekolah yang ada. Kita buat saja sekitar 1.000 orang agar lebih mudah mengkalkulasikannya kita bulatkan saja 55.000 orang. Ini semuanya menurut saya akan lebih baik jika dilakukan Rapid Test.
Kenapa saya memasukkan SMA/SMK/MA juga harus diikut sertakan, bukankah mereka sudah dibawah kendali Dinas Pendidikan Propinsi ?
Jika itu terbersit dalam pikiran anda, maka jawaban saya adalah sebab mereka juga warga kota ini, yang berhak untuk nyaman & sehat. Yang menjadi kendali Pemprop Sumut adalah operasional & managerialnya saja.
NEGERI DAN SWASTA
Kenapa guru dan siswa sekolah swasta juga harus jadi tanggungan Pemko ? Karena sekolah swasta ada & hadir disebabkan ketidakcukupan tersedianya fasilitas pemerintah untuk menampung seluruh anak wajib didik, maka muncullah peran serta masyarakat atau swasta untuk memajukan pendidikan, menyahuti potensi warga kota, mereka membantu tugas dan tanggungjawab Pemko. Bahkan lulusan sekolah swasta tidak bisa kita pandang sebelah mata. Karena beberapa pejabat Pemko yang ada sekarang mungkin pernah sekolah atau mengajar di sekolah swasta juga. Jadi kita tidak boleh diskriminatif.
Kenapa sekolah agama atau pesantren juga diikutkan ? Bukankah mereka dibawah naungan kemenag ? Sekali lagi harus kita fahami bahwa yang sekolah disitu adalah warga kota ini juga, tentu harus dilindungi & diberi rasa nyaman.
Kemarin ada teman yang cerita bahwa sebelum naik pesawat dari Medan ke Jakarta, sesuai protokol kesehatan minimal harus memiliki surat keterangan hasil rapid test. Surat itu dari RS atau lembaga yang memiliki kompetensi untuk uji Rapid tersebut. Maka beliau mengikuti rapid test tersebut dengan biaya Rp. 75 ribu.
Jika saja Pemerintah Kota Padang Sidempuan melakukan Rapid test bagi yang 55.000 orang tersebut membutuhkan anggaran hanya sekitar Rp. 4,125 Milyar saja. Kemudian diberikan kepada setiap orang tersebut 2 pcs masker sebagai sarana pendukung pelaksanaan protokol kesehatan. Karena setiap 4 jam selayaknya ganti masker, palingan juga Rp. 5.000.- per pcs dikali 2 juga baru Rp. 10 ribu saja. Jika untuk 55.000 orang guru & siswa hanya butuh Rp. 550 juta. Secara keseluruhan hanya perlu Rp. 4,675 milyar. Mungkin angka itu hanya seujung kuku dari refocussing anggaran untuk Covid-19. Sangat sedikitlah bila dibandingkan dengan anggaran perjalanan dinas disebuah instansi di kota ini. Apalagi jika dibandingkan dengan total APBD 2020, mungkin hanya sekitar 0,5 % saja.
Tapi hasilnya akan sangat dirasakan langsung 25 % penduduk kota ini. Dari pada program atau kegiatan-kegiatan selama ini yang mengatasnamakan penanggulangan Covid-19.
Saya melihat bahwa jumlah anggaran yang tidak sampai 5 milyar tersebut akan memberikan dampak psikologis yang luar biasa. Perasaan yang menyenangkan bagi masyarakat kota ini, kKhususnya para guru ataupun siswa yang akan kembali ke sekolah. Namun harus tetap dalam prinsip jujur, transparan dan akuntabel. Supaya enngak setiap hari ada demontrasi .
Demikian saja terimakasih.
Penulis adalah Mahasiswa Doktoral Studi Pembangunan pada Universitas Sumatera Utara
(Seluruh isi tulisan merupakan tanggungjawab penulis)
https://www.youtube.com/watch?v=tVCLM-00jFA
Saksikan video-video terbaru lainnya hanya di Channel Youtube Digtara TV. Jangan lupa, like comment and Subscribe.

Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur
