Jumat, 22 November 2024

Ternyata Ini Masjid Tertua di Kota Medan

- Minggu, 18 April 2021 02:48 WIB
Ternyata Ini Masjid Tertua di Kota Medan

digtara.com – Menelusuri jejak kejayaan Islam di tanah Melayu, kita memulainya dari Masjid Al Osmani di Jalan KL Yos Sudarso, Kelurahan Pekanlabuhan, Kecamatan Medanlabuhan, Kota Medan, Sumatera Utara.

Baca Juga:

Masjid cantik yang terkenal dengan nama Masjid Labuhan ini berada di tepi jalan yang padat kendaraan, sekitar 21 kilometer jaraknya dari pusat Kota Medan.

Para pengguna jalan yang melintas pasti akan menoleh, sebab warna kuningnya begitu mencolok, khas Melayu.
Walau usianya hampir 200 tahun masjid ini tak memudarkan keelokan masjid di kawasan Medan Utara ini.

Masjid Al Osmani adalah rumah ibadah Islam tertua di Kota Medan, buah tangan arsitek Jerman GD Langereis. Saat itu, Sultan Deli Mahmud Perkasa Alam yang tak lain putra kandung Sultan Osman Perkasa Alam meminta Langereis merenovasi masjid yang masih berbentuk bangunan sederhana dari kayu dalam tempo tiga bulan.

Istana Kesultanan Deli dulunya berada di depan masjid. Lalu bergeser menuju tengah kota dengan mendirikan Istana Maimun. Warna, kubah hitam, corak dan ornamen Istana Maimun adalah duplikat dari Masjid Al Osmani.

Setelah tak ada lagi kerajaan, masjid seluas dua hektar itu berfungsi sebagai rumah ibadah, tempat memperingati perayaan besar keagamaan dan tempat pemberangkatan menuju pemondokan jamaah haji asal Medan utara.

Pusara Keluarga Sultan

Masjid yang bisa menampung 1.000 orang ini pada 2016 lalu ditetapkan menjadi cagar budaya Kota Medan. Sebagai saksi bisu sejarah, di halaman depan dan samping masjid berdiam pusara keluarga kesultanan.

Lima Raja Deli yaitu Tuanku Panglima Pasutan (Raja Deli IV), Tuanku Panglima Gandar Wahid (Raja Deli V), Sulthan Amaluddin Perkasa Alam (Raja Deli VI), Sultan Osman Perkasa Alam, dan Sultan Mahmud Perkasa Alam, pun dikuburkan di sini. Termasuk makam permaisuri dari kesultanan Malaysia.

Tapi tak hanya kuburan keluarga kesultanan, masyarakat umum juga dikuburkan di sini.

Bangunan utama masjid ini berukuran 40 X 30 meter dikelilingi serambi yang dihiasi lengkung-lengkung yang menyerupai tapal ladam kuda yang diperkaya dengan motif hias geometris dalam bingkai tegak yang memenuhi seluruh lengkungannya. Bentuk bentuk lengkung ditopang oleh tiang-tiang yang berdiameter 40 cm.

Pada sisi utara, timur, selatan dan barat terdapat patrico (kaonstruksi Abdul Haris dan Bayu , Labuhan Kesultanan Deli 12 beratap yang terbuka namun menempel di bagian luar bangunan). Bagian barat ruangan utama masjid ini terdapat mihrab dan mimbar kayu yang berguna sebagai tempat Khotib ketika menyampaikan khotbahnya.

Pada bagian belakang (timur) masjid ini terdapat beberapa bangunan-bangunan lain yang merupakan komponen pelengkap seperti tempat ambil air wudhu, bangunan berbentuk rumah panggung sebagai tempat tinggal kenaziran masjid dan bangunan berbentuk rumah panggung dengan ukuran lebih besar sebagai balai pertemuan.

Pusat Pemerintahan

Peran masjid sebagai tempat beribadah ternyata tidak hanya itu, Masjid Al-Osmani ini ternyata memiliki peran selain itu. Berbagai kegiatan politik yang melibatkan masyarakat banyak sering dilakukan di lingkungan masjid ini. Maka tidak berlebihan jika Kesultanan Deli tidak hanya membangun masjid dengan bangunan utamanya, namun terdapat bangunan yang menjadi balai pertemuan.

Fungsi dari balai pertemuan ini adalah untuk mempertemukan berbagai pemimpin adat atau tokoh masyarakat dalam mengambil keputusan.

Berdasarkan penjelasan mengenai Masjil Al-Osmani, perannya dalam terbentuknya pusat pemerintahan sangat berpengaruh. Keadaan yang didominasi masyarakat muslim membuat masjid ini memiliki peran penting dalam menjalankan roda pemerintahan, terlebih Sultan yang menerapkan hukum kanun islam di kawasan Labuhan Deli.

Meskipun salah satu syarat terbentuknya suatu pusat pemerintahan terdapat alun-alun sebagai interaksi antar masyarakat, ternyata di Labuhan Deli tidak berlaku. Masyarakat Labuhan Deli tidak mengenal alun-alun, melainkan masjid lah yang memberika peran sebagai tempat terjadinya interaksi antar masyarakat maupun dengan pihak kesultanan.

Interaksi yang terwujud antara masyarakat juga terlihat di Pekan (pasar), pemberian nama pekan ini ternyata dikarenakan oleh munculnya kegiatan jual beli oleh masyarakat di Labuhan Deli berdasarkan waktu satu pekan hanya sekali.

Ternyata menurut penuturan masyarakat sekitar, dahulunya pekan hanya dilakukan pada hari Jumat, dimana sebelum dan sesudah ibadah sholat Jumat dilaksanakan oleh masyarakat muslim. Letak pekan berada di bagian depan (barat) masjid sangat ramai sebelum Sholat Jumat. (kompas.com/dari berbagai sumber)

Ayo baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News
Editor
:
SHARE:
Tags
Berita Terkait
Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Tabrak Dump Truk, Mahasiswa Undana Kupang Meninggal di Tempat

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Daftar Harga Emas Pegadaian Rabu 20 September 2023, Antam dan UBS

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Kasat Lantas Polres Sikka Dilaporkan ke Propam, Ini Kasusnya

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Mengenaskan! Jadi Korban Tabrak Lari, Mahasiswi di Kupang Meninggal Dunia

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Dua Pelaku Pencurian dengan Kekerasan Diamankan Polres Sumba Timur

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo

Kejati NTT Tahan Lima Tersangka Kasus Korupsi Persemaian Modern di Labuan Bajo

Komentar
Berita Terbaru