Jelajahi Laut Sawu dan Pulau Semau: Antara Lumba-lumba, Duyung, Penyu dan Sampah
digtara.com – Climate Change Trust Fund (ICCTF) dan Yayasan Reef Check Indonesia melakukan media trip di TNP Laut Sawu dan perairan serta Pulau Semau, Kabupaten Kupang.
Baca Juga:
Trip dilakukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) yang didukung oleh dana hibah Global Environment Facility (GEF) melalui World Bank.
Trip selama sehari penuh Kamis (11/11/2021) mengusung tema “Integrasi Kebijakan Berbasis Sains dalam Mendukung Konservasi dan Pemanfaatan secara Berkelanjutan Spesies yang Terancam Punah†dikoordinir Naneng Setiasih.
Media Trip Wisata Spesies Berbasis Masyarakat yang berlangsung di Pulau Semau dan Pulau Rote itu melibatkan perwakilan Direktur Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/Bappenas, perwakilam Direktur Eksekutif ICCTF, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Rote Ndao, perwakilan Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nusa Tenggara Timur, Bajalan Gila Rote, Bukan Sekedar Pesiar (BSP), Staff Direktorat Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/Bappenas dan Sekretariat ICCT.
Sejak pukul 05.30 wita, rombongan diajak menjelajahi perairan Kupang dan Pulau Semau menggunakan tiga kapal motor.
Wisata Lumba-Lumba
Tidak hanya menjelajahi perairan, peserta trip juga melakukan pengamatan lumba-lumba yang ramah lingkungan.
Peserta diberikan warning selama pelayaran agar mencegah perahu untuk tidak melukai lumba-lumba, jangan mengelilingi rombongan lumba-lumba, jangan memberi makan lumba-lumba serta selalu memberi jalan untuk mereka melarikan diri.
Jarak pantau pun diatur antara 100-150 meter.
Rupanya waktu jelajah antara pukul 06.00-10.00 Wita merupakan waktu yang sangat tepat mengamati pergerakan rombongan lumba-lumba.
Tiga kapal yang ditumpangi peserta trip harus berkeliling ke perairan Kupang dan Semau mengikuti pergerakan lumba-lumba.
Ada lima kali pergerakan rombongan lumba-lumba yang bisa disaksikan secara bebas di lautan lepas.
Lumba-lumba yang paling sering terlihat di perairan Semau terdiri dari lumba-lumba pemintal yang bermoncong panjang serta sirip punggung segitiga. Ada pula lumba-lumba hidung botol.
Puas dengan menonton pergerakan lumba-lumba, kapal berhenti sekitar 1 jam diperairan untuk pengamatan biota laut.
Peserta trip pun dilarang keras membuang sampah di sekitar laut. Pihak penyelenggara pun menyiapkan perlengkapan ramah lingkungan. Masing-masing peserta dibekali botol minuman dan air isi ulang.
Menara Pantau Cetacean
Peserta trip kemudian diajak ke Menara pantau cetacean taman nasional perairan laut Sawu kawasan wisata pantai Kelapa di Desa Naikean Kecamatan Semau Selatan.
Di menara setinggi 27 meter yang di bangun tahun 2021, tour guide, Welem Habalado yang juga ketua kelompok sadar wisata (Pokdaris) mengajak peserta menaiki menara.
Dari atas menara, peserta bebas melihat Pulau Semau, pulau Merah hingga pulau Rote Ndao.
Welem menjelaskan pula soal keberadaan dugong atau duyung yang diakuinya bukanlah ikan melainkan salah satu jenis satwa laut di perairan tropis dan sub tropis, termasuk dir TNP Laut Sawu.
Peserta kemudian ke Pulau Merah. Kebetulan air laut sedang pasang surut sehingga peserta diajak berjalan kaki. Butuh waktu 15 menit untuk mencapai puncak pulau tak berpenghuni ini.
Panas terik diabaikan peserta demi menikmati keindahan pulau yang masih satu daratan dengan Pulau Semau namun akan terpisah jika gelombang naik.
Peserta kemudian ke Pantai Laen Muti atau Pasir Putih di Desa Akle Kecamatan Semau Selatan menikmati keindahan laut dan makan siang.
Habitat Penyu
Istrahat sejenak, peserta kembali diajak berwisata pantai Otan. Dari pantai Otan, trip berlanjut ke kolam Ui Simu desa Otan kecamatan Semau.
Kolam air payau ini memelihara sejumlah penyu yang dibudidayakan.
Trip selanjut nya di kolam Uiasa yang masih terjaga kebersihannya.
Selanjutnya peserta ke Pantai Uiasa. Di pantai ini, peserta disuguhi tarian dari Sanggar tari Uiasa.
Kades Uiasa, Daud Nenokeba menjelaskan kalau tarian Lingae yang dilakonkan sejumlah bapak, ibu dan remaja putri merupakan tarian injak jagung atau panen jagung.
Kelompok tarian Lingae dibentuk dk setiap RT dan ia mengalokasikan dana dalam APBDes untuk pagelaran wisata setiap tahun.
Dalam tarian ini, selain ada tarian juga ada tutur dan lagu dari para penari tanpa iringan musik.
Masalah Sampah
Trip pun berakhir di Pantai Uiasa. Peserta menikmati makan malam sambil mendengarkan penjelasan dari Odie Mesakh selaku tour guide.
Odie Mesakh mengakui masih banyaknya sampah, namun terbanyak di perairan utara pulau Semau.
Diakui juga kalau sistem pengelolaan sampah belum maksimal karena untuk mengajak masyarakat memungut sampah sangat sulit. Sampah tersebut bukan berasal dari masyarakat setempat namun datang dari tempat lain.
Untuk itu, pihaknya berusaha bekerja sama dengan pihak Undana dan pihak lain untuk membantu mengatasi sampah plastik yang tersebar di pesisir pantai-pantai wisata itu.
“Sepanjang pantai, penuh dengan sampah plastik tapi ini bukan dosa masyarakat Pulau semau jadi untuk membersihkan sangat susah. Salah satu strateginya adalah mengelola dan bermanfaat serta menghasilkan uang barulah masyarakat mau memungut,” katanya.
“Kami menyediakan sistem pengelolaannya lalu membeli sampah plastik agar ada dampak kepada masyarakat,” tambahnya.
Lanjut Obi, Desa Uiasa berpotensi memberikan lapangan pekerjaan baru bagi pemuda desa.
Pemuda dilibatkan agar mencegah mereka untuk merantau keluar darah tapi mengembangkan potensi yang ada dan membangun desa.
Trip Wisata Spesies Berbasis masyarakat yang Berkelanjutan di TNP Laut Sawu ini benar-benar dilakukan dengan konsep ekowisata dan edukasi. (imanuel lodja)