Bolehkah Tidak Berpuasa Ramadhan Bagi Pekerja Berat?
digtara.com – Bagi para pekerja berat, melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan menjadi tantangan yang sangat ekstrim. Karna tuntutan pekerjaan misalnya, setiap hari mengangkut barang dengan gerobak. Tentu hal ini membuat pekerja berat selalu dalam posisi sulit. Nah, pertanyaanya adalah: Bolehkah Tidak Berpuasa Ramadhan Bagi Pekerja Berat?
Baca Juga:
Kalau tetap menjalankan puasa, mungkin tidak bisa melaksanakan aktivitas dan tidak mendapat penghasilan. Kalau tidak berpuasa,bisa menjadi beban karena melanggar perintah agama.
Pekerjaan berat, jika ia memang melahirkan rasa sulit dan sangat berat bagi para pekerjanya, semisal sangat kepayahan. Atau rasa lapar dan haus yang cukup berat, maka pada kondisi ini, boleh bagi pekerja untuk berbuka dan meng-qadha’ puasanya di waktu lain.
Perihal orang yang kesehariannya bekerja agak berat, Syekh Said Muhammad Ba’asyin dalam Busyrol Karim mengatakan:
ويلزم أهل العمل المشق ÙÙŠ رمضان كالØصادين ونØوهم تبييت النية ثم من Ù„Øقه منهم مشقة شديدة Ø£Ùطر، وإلا Ùلا. ولا Ùرق بين الأجير والغني وغيره والمتبرع وإن وجد غيره، وتأتي العمل لهم العمل ليلا كما قاله الشرقاوي. وقال ÙÙŠ التØÙØ© إن لم يتأت لهم ليلا، ولو توق٠كسبه لنØÙˆ قوته المضطر إليه هو أو ممونه علي Ùطره جاز له، بل لزمه عند وجود المشقة الÙطر، لكن بقدر الضرورة. ومن لزمه الÙطر Ùصام ØµØ ØµÙˆÙ…Ù‡ لأن الØرمة لأمر خارج، ولا أثر لنØÙˆ صداع ومرض Ø®Ùي٠لا يخا٠منه ما مر.
Artinya, “Ketika memasuki Ramadhan, pekerja berat seperti buruh tani yang membantu penggarap saat panen dan pekerja berat lainnya, wajib memasang niat puasa di malam hari. Kalau kemudian di siang hari menemukan kesulitan dalam puasanya, ia boleh berbuka. Tetapi kalau ia merasa kuat, maka ia boleh tidak membatalkannya.
Tiada perbedaan antara buruh, orang kaya, atau sekadar pekerja berat yang bersifat relawan. Jika mereka menemukan orang lain untuk menggantikan posisinya bekerja, lalu pekerjaan itu bisa dilakukannya pada malam hari, itu baik seperti dikatakan Syekh Syarqawi.
Mereka boleh membatalkan puasa ketika:
Pertama, mereka tidak mungkin melakukan aktivitas pekerjaannya pada malam hari.
Kedua, ketika pendapatannya untuk memenuhi kebutuhannya atau pendapatan bos yang mendanainya berbuka, terhenti.
Mereka ini bahkan diharuskan untuk membatalkan puasanya ketika di tengah puasa menemukan kesulitan tetapi tentu didasarkan pada dharurat.
Namun bagi mereka yang memenuhi ketentuan untuk membatalkan puasa, tetapi melanjutkan puasanya, maka puasanya tetap sah karena keharamannya terletak di luar masalah itu.
Tetapi kalau hanya sekadar sedikit pusing atau sakit ringan yang tidak mengkhawatirkan, maka tidak ada pengaruhnya dalam hukum ini.
(Lihat Syekh M Said Ba’asyin, Busyrol Karim, Darul Fikr, Beirut).
Ada masyaqqah (kesulitan) yang muhtamalah (biasa), dan ada masyaqqah (kesulitan) yang berat dan tidak biasa.
Masyaqqah muhtamalah memang harus diterima oleh seorang muslim. Puasa tentu mengandung kesulitan.
Bahkan hukum asal dari taklif adalah mewajibkan atau menuntut sesuatu yang terdapat kesulitan di dalamnya. Kesulitan yang dituntut atau diwajibkan ini adalah masyaqqah, namun ia masyaqqah yang biasa.
Adapun masyaqqah yang berat, yang membuat seseorang merasa sangat kesulitan dalam menjalankan agamanya, maka itu meniscayakan kemudahan dan keringanan.
Allah ta’ala berfirman:
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكÙمْ ÙÙÙŠ الدÙّين٠مÙنْ ØَرَجÙ
(Dia sekali-kali tidak menjadikan kesulitan/haraj untuk kalian dalam agama ini)
(QS. Al-Hajj [22]: 78).
Dengan kata lain, bagaimanapun wajibnya mencari nafkah, kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan perlu dihargai.
Dalam artian, kita tetap memasang niat puasa di malam hari. Kalau memang di siang hari puasa terasa berat, kita yang berprofesi sebagai pekerja berat dibolehkan membatalkannya dan mengganti puasa tersebut di luar bulan Ramadhan.
https://www.youtube.com/watch?v=n941PFoAQFQ
Saksikan video-video terbaru lainnya hanya di Channel Youtube Digtara TV. Jangan lupa, like comment and Subscribe.